Sidoarjo (republikjatim.com) - Angka anak tidak sekolah maupun putus sekolah di wilayah Kabupaten Sidoarjo cukup tinggi. Kondisi ini, berbanding lurus dengan program Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Pemkab Sidoarjo yang selalu gembar gembor selalu menambah sekolah SMP Negeri baru di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Sebut saja, pembangunan SMP Negeri 2 Tulangan dan SMP Negeri 2 Prambon misalnya, yang saat ini terus dikebut pembangunan. Meski untuk SMP Negeri 2 Tulangan sudah berisi peserta didik sejak beberapa tahun kemarin. Namun jumlah penambahan sekolah baru ini tidak berbanding lurus dengan jumlah data anak tidak sekolah di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan datanya angka anak tidak sekolah dengan klasifikasi berusia 15 sampai 20 tahun di Sidoarjo pada 2024 menjadi tamparan keras bagi sistem pendidikan di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Tercatat total ada sebanyak 7.695 anak yang putus sekolah.
"Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti kegagalan kolektif! Bagaimana mungkin di era yang mengklaim diri sebagai modern dan berkeadilan, masih terdapat ribuan anak justru terlempar dari bangku sekolah alias tidak sekolah," ujar salah seorang pengamat Pendidikan Badrus Zaman kepada republikjatim.com, Kamis (05/06/2026).
Lebih jauh, Badrus yang juga aktivis di Sidoarjo ini merinci dari total data anak tidak sekolah yang mencapai 7.695 anak itu, rinciannya anak laki-laki jumlahnya mendominasi dengan jumlah total sebanyak 4.480 kasus. Sedangkan sisanya dari kalangan anak perempuan mencapai 3.215 kasus.
"Angka ini menunjukkan kemiskinan, budaya patriarki atau ketiadaan akses dalam dunia pendidikan masih membelenggu masa depan anak-anak di Sidoarjo. Seharusnya dengan kondisi ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Sidoarjo tidak boleh hanya akan berdiam diri. Harus ada tindakan konkret untuk menyelematkan dunia pendidikan anak-anak di Sidoarjo," printah Badrus.
Tingginya angka anak tidak sekolah itu, lanjut Badrus menjadi bukti sekaligus fakta menyakitkan pada dunia pendidikan di Sidoarjo. Apalagi, data itu dirilis pemerintah justru mempermalukan mereka sendiri.
"Data ini bukti nyata, UPTD Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Pemkab Sidoarjo seolah bangga memamerkan kegagalan mereka melalui open data," tegasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Badrus bahkan juga sempat merinci wilayah kecamatan mana saja yang data angka anak tidak sekolah paling parah. Termasuk beberapa solusi konkret yang sudah dilakukan dan belum dilakukan Pemkab Sidoarjo.
"Seharusnya pemerintah itu, jangan hanya berkoar-koar saja tentang wajib belajar 12 tahun. Sementara anak-anak kita sendiri terdampar tanpa jalan kembali ke sekolah. Kalau ini dibiarkan, kita sedang menyiapkan generasi yang terpinggirkan. Bahkan sumber masalah sosial baru seperti pengangguran, kriminalitas dan pernikahan dini pasti akan menjadi permasalahan baru," ungkapnya.
Menurut Badrus saat ini, Pemkab Sidoarjo terutama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bukan waktunya untuk berleha-leha dan bersantai-santai dalam setiap membuat program dan menghabiskan anggaran. Karena persoalan setiap anak yang tidak sekolah adalah bom waktu bagi masa depan bangsa.
"Pemkab Sidoarjo (Dikbud) harus bertindak sekarang. Misalnya turun ke lapangan, mengidentifikasi akar masalah (apakah ekonomi, infrastruktur, atau diskriminasi gender) dan alokasikan anggaran secara nyata, bukan sekadar proyek pencitraan. Masyarakat juga harus berani menuntut haknya. Karena pendidikan adalah hak asasi, bukan privilege. Kalau tidak, angka anak tidak sekolah sebanyak 7.695 ini akan terus membengkak. Kita semua akan jadi penonton kebangkrutan pendidikan di tanah sendiri," urainya.
Bahkan lanjut Badrus jika data itu dicrosskan dengan data Pusdatin dengan opendata (UPTD Jatim) anak usia 15 sampai 20 tidak bersekolah dengan jumlah total mencapai 7.695 kasus. Kemudian 1.371 dari data Lulus Tak Melanjutkan (LTM) dan selebihnya Drop Out (DO) maupun diusia 15 sampai 20 tahun Belum Pernah Bersekolah (BPB) ini akan menjadi masalah baru di kemudian hari.
"Harus ada langkah kongkrit dari Dikbud Pemkab Sidoarjo untuk menangani masalah anak tidak sekolah ini. Kalau tidak mereka akan semakin terpinggirkan," pintanya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Pemkab Sidoarjo, Dr Tirto Adi yang dikonfirmasi melalui persoalan pendidikan ini, tidak memberikan jawaban. Kondisinya selalu menjadi ciri Tirto Adi sejak dilantik menjadi Kepala Dikbud Pemkab Sidoarjo selalu tidak memberikan jawaban ketika dikonfirmasi media mengenai persoalan pendidikan. Hel/Waw
Editor : Redaksi