Boikot Sejumlah Fraksi di DPRD Sidoarjo, Dianggap Penasehat Partai Gerindra Sikap Kesetaraan dalam Kebijakan Politik

author republikjatim.com

republikjatim.com

Jumat, 09 Mei 2025 00:19 WIB

Boikot Sejumlah Fraksi di DPRD Sidoarjo, Dianggap Penasehat Partai Gerindra Sikap Kesetaraan dalam Kebijakan Politik

i

Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Sidoarjo, Rahmat Muhajirin.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Buntut panjang drama aksi boikot yang dilakukan sejumlah anggota fraksi partai saat Rapat Paripurna Rekomendasi (Pandangan Umum) Fraksi atas LKPJ Bupati Sidoarjo Tahun Anggaran 2024 di Kantor DPRD Sidoarjo, Selasa (06/05/2025) kemarin, dinilai sebagai sikap kesetaraan dalam pengambilan kebijakan politik. Ini menyusul, dalam peraturan Permendagri maupun sejumlah peraturan lainnya, terdapat kesetaraan antara bupati dan dewan.

Selain itu, sejumlah kalangan menilai jika drama politik berupa ketidaksinkronan dukungan politik kalangan anggota DPRD dan Bupati Sidoarjo bakal berdampak tidak baik bagi warga Sidoarjo. Mereka mensinyalir adanya dugaan konflik kepentingan di tubuh eksekutif (Pemkab) dan legislatif (DPRD) Sidoarjo, bisa memperlambat sejumlah program pembangunan di Sidoarjo.

Padahal idealnya dalam setiap mengambil sikap dan keputusan berupa kebijakan antara Pemkab dan DPRD Sidoarjo harus kompak dan saling mendukung.

Dikonfirmasi soal adanya aksi boikot sejumlah anggota fraksi DPRD Sidoarjo dalam rapat paripurna kemarin, Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Sidoarjo, Rahmat Muhajirin mengakui adanya dugaan ketidaksinkronan kebijakan antara Bupati dan DPRD Sidoarjo. Padahal, jika ketegangan politik itu berkelanjutan bisa menghambat target pembangunan di Sidoarjo yang sudah dituangkan dalam visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo.

"Sikap politik boikot anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Sidoarjo didukung sejumlah anggota dan pimpinan fraksi partai lainnya seperti PKB, PDI Perjuangan, PKS, PAN, Partai Nasdem dan PPPP kemarin berdampak buruk. Kami juga tidak bisa melarang karena itu, hak politik mereka sebagai wakil rakyat. Tapi, kalau aksi boikot berlanjut, maka akan berdampak kerugian besar bagi kekuatan politik Bupati Sidoarjo di kalangan anggota dan pimpinan DPRD Sidoarjo. Padahal kedudukan Bupati dan dewan itu setara di sejumlah peraturan dan perundangan-undangan," ujar Rahmat Muhajirin kepada republikjatim.com, Kamis (08/05/2025) petang.

Dalam aksi boikot kemarin, lanjut Rahmat Muhajirin yang tak lain mantan anggota Komisi III DPRD RI periode 2019 - 2024 ini, tidak hanya Fraksi Partai Gerindra yang melaksanakan boikot rapat paripurna. Akan tetapi juga didukung anggota dan pimpinan fraksi lainnya di DPRD Sidoarjo.

"Khusus dari Fraksi Partai Gerindra, dari 9 orang anggota, Ketua Fraksi menunaikan ibadah haji. Sisanya 8 anggita lainnya memilih tidak hadir bersama anggota fraksi PKB, PDIP, PAN, Nasdem dan PPP saat Rapat Paripurna LKPJ Bupati Sidoarjo Tahun Anggaran 2024. Padahal, Fraksi Partai Gerindra dengan jumlah 9 kursi, bersama Golkar dengan 4 kursi dan Partai Demokrat dengan jumlah 2 kursi sebelumnya, kekuatan politik Bupati Sidoarjo di DPRD Sidoarjo. Karena pada Pilkada 2024, tiga partai itu yang mengusung sekaligus memenangkan Subandi berpasangan dengan Mimik Idayana, sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2025 - 2030.

"Kalau konstelasi politik ini dibiarkan, bisa membuat dukungan politik Bupati di parlemen mulai menurun. Kalau pun masih ada, mungkin hanya Partai Golkar dan Partai Demokrat yang masih mendukung kebijakan Bupati Sidoarjo," imbuh politisi Partai Gerindra ini.

Sikap politik DPRD Sidoarjo kemarin, lanjut Rahmat secara eksplisit tidak ada kebijakan dari partai. Alasannya, jika berkaca pada partai, maka Partai Gerindra sampai saat ini, masih tetap konsisten mengawal pemerintahan Sidoarjo agar berjalan lebih baik lagi hingga Tahun 2030 mendatang. Apalagi, sikap suksesi selama 5 tahun ke depan sebagai bentuk tanggung jawab Partai Gerindra sebagai partai pengusung.

"Sikap politik ini juga demi kemajuan Sidoarjo. Karena kalau ada yang salah harus dan wajib saling mengingatkan. Karena kebijakan politis Bupati dan Dewan itu, bisa langsung dirasakan dan dinilai warga Sidoarjo," tegasnya.

Kendati demikian, kata Rahmat sebelum Fraksi Partai Gerindra menentukan sikap politiknya di DPRD Sidoarjo, terlebih dahulu berkonsultasi dengan jajaran pengurus partai lainnya. Hanya saja, kebetulan dirinya menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Partai Gerindra Sidoarjo.

"Makanya, kami juga melakukan sejumlah kajian dari berbagai aspek sebelum adanya sikap kemarin. Terutama mengkaji ada atau tidaknya dampak langsung ke masyarakat saat sekitar dua pertiga lebih anggota dan pimpinan DPRD Sidoarjo absen dalam rapat paripurna itu," paparnya.

Bagi warga Perumahan TNI AL Candi ini, aksi boikot anggota Fraksi Partai Gerindra itu dinilai suatu yang wajar. Bahkan dinilai sebagai sikap politik karena merasa kecewa terhadap sikap dan kebijakan Bupati Sidoarjo. Apalagi, sidang paripurna LKPJ Bupati Sidoarjo kemarin itu merupakan pertanggungjawaban yang lebih melekat secara personal ke Bupati Sidoarjo sebagai pimpinan daerah. Bahkan, LKPJ Bupati Sidoarjo ini, tidak ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat Sidoarjo.

ADVERTISEMENT

republikjatim.com vertical

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Dengan berbagai kajian dan pertimbangan dari berbagai aspek, akhirnya sikap politik kami serahnya sepenuhnya ke teman-teman anggota DPRD Sidoarjo. Aksi boikot itu saya menilai sebagai sebuah sinyal, teman-teman di dewan merasa kecewa dengan bupati," ungkapnya.

Begitu juga dirinya sebagai Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Sidoarjo sudah merasakan kekecewaan sikap politik. Rahmat mencontohkan, ketika Bupati Sidoarjo ditawari Kartu Tanda Anggota (KTA) dari Partai Gerindra oleh pihak DPP Partai Gerindra ditolak. Padahal, Bupati Sidoarjo saat ini bisa menjadi bupati karena diusung dan didukung Partai Gerindra. Hasilnya, penawaran DPP Partai Gerindra itu, diduga ternyata ditolak.

"Kalau ditawari KTA tidak mau, ini kan secara politik sinyalnya, Pak Bupati mulai meninggalkan Partai Gerindra. Jadi bukan terbalik logika politiknya, Partai Gerindra yang meninggal Bupati Sidoarjo," jelasnya.

Rahmat menduga hal yang sama kemungkinan juga dirasakan anggota DPRD Sidoarjo dari Fraksi Partai Gerindra maupun sebagian besar anggota dewan dari fraksi partai lainnya yang sudah sepakat dan terlihat kompak melakukan aksi boikot kemarin itu. Ada dugaan benang merah, karena selama ini anggota dan pimpinan DPRD Sidoarjo merasa dipadang sebelah mata.

"Bahkan secara kelembagaan kalau dilihat kasat mata, kedudukan politik teman-teman legislatif ini diposisikan dibawah eksekutif. Padahal, dalam Permendagri maupun UU mengatur jelas kedudukan eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan memiliki kedudukan yang sama dan sejajar sekaligus sebagai partner kerja," cetusnya.

Begitu pula soal masalah Pokok -Pokok Pikiran (Pokir) dewan juga dinilai sebagai puncak meradangnya sebagian besar anggota DPRD Sidoarjo. Bagi Rahmat ada dugaan kebijakan kesewenang - wenangan yang mengarah pada mengebiri hak DPRD atas Pokir itu. Padahal, masalah Pokir itu, sudah diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 dan Pasal 178 Permendagri No 86 Tahun 2017.

"Kami memahami kekecewaan teman-teman dewan ini. Akibatnya, mereka akhirnya harus bersikap tegas seperti boikot kemarin itu. Apalagi, Pokir ini hak dewan yang arahnya juga untuk kepentingan masyarakat atau hasil reses para dewan dari masing-masing konstituen di Daerah Pilihan (Dapil) masing-masing. Bahkan bisa dianggap sebagai bentuk politik partisipatoris rakyat dalam pembangunan," urainya.

Apalagi, lanjut Rahmat jika tensi politik terus memanas antara dewan dan bupati, maka sikap politik sebagian besar anggota DPRD Sidoarjo ini bisa jadi tidak akan berhenti pada aksi boikot saja saat paripurna. Akan tetapi bisa lebih dari itu. Salah satunya dengan berlanjut pada sikap politik seperti mengunakan hak interpelasi sesuai UU No 17 Tahun 2014.

"Itu kan juga sudah diatur dalam undang-undang. Khususnya, Pasal 79 ayat (1) yang mengatur hak angket dan hak menyatakan pendapat yang merupakan hak DPR dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan. Dilihat saja nanti ke depan apa yang akan terjadi," tandasnya.

Sementara secara terpisah Bupati Sidoarjo, Subandi yang dikonfirmasi melalui ponselnya memberikan jawaban santai saat diberi sejumlah pertanyaan dari pesan WhatsApp (WA). Menurut Subandi dirinya dan Partai Gerindra serta dengan Partai koalisi pengusungnya tetap solid.

"Mohon maaf saya setiap kegiatan Partai Gerindra juga datang. Kemarin undangan DPR RI dan Kantor DPW Partai Gerindra juga datang. Saya dengan partai koalisi tetap solid, termasuk dengan Partai Gerindra," pungkasnya. Hel/Waw

Editor : Redaksi

republikjatim.com horizontal