Sidoarjo (republikjatim.com) - Sejumlah puskesmas yang ada di Sidoarjo dipaksa untuk mengembalikan dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan senilai Rp 995 juta atau hampir Rp 1 miliar. Dana itu dibayar untuk peserta BPJS Kesehatan yang dianggap meninggal atau datanya ganda.
Seusia puskesmas mengembalikan anggaran sebesar itu, rencananya BPJS Kesehatan bakal mengembalikan uang dari puskesmas di Sidoarjo itu ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Pengembalian itu berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Besarnya nilai pengembalian dana kapitasi ini memantik sejumlah keresahan bagi para Kepala Puskesmas di Sidoarjo. Karena itu, anggota Komisi D DPRD Sidoarjo menggelar hearing soal pengembalian dana kapitasi itu.
Dalam hearing itu juga dihadirkan pada pimpinan BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo, Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Sidoarjo, sejumlah perwakilan puskesmas di Sidoarjo, Dinas Sosial (Dinsos) serta Disdukcapil Pemkab Sidoarjo.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, M Dhamroni Chudlori menduga adanya pengembalian dana kapitasi itu, diduga karena adanya dugaan data yang tidak valid. Hal ini seperti yang terjadi pada temuan di beberapa puskesmas di Sidoarjo.
"Para pimpinan pukesmas banyak yang mengeluhkan soal pengembalian dana kapitasi itu. Karena alasannya logis, pengembalian uang sebesar itu dari mana? Apalagi data-data penerima yang dianggap meninggal itu, kenyataannya masih hidup. Hampir setiap puskemas diminta mengembalikan dana kapitasi itu ke BPJS Kesehatan," ujar M Dhamroni Chudlori di sela hearing, Kamis (19/12/2024).
Dalam Program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), kata Dhamroni yang juga politisi senior PKB ini diberikan pemerintah pusat dari APBN. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan ada data penerima yang seharusnya tidak menerima dana PBI JK itu.
"Terdapat dua jenis penerimaan. Ada orang yang sudah meninggal tetap dicantumkan sebagai penerima dan ada pula data ganda penerima yang sama-sama tercatat sebagai penerima. Temuan itu, ternyata harus dikembalikan oleh beberapa puskesmas di Sidoarjo dengan nilai totalnya mencapai Rp 995 juta," ungkap Dhamroni yang politis PKB asal Dapil III Kecamatan Tulangan, Wonoayu, Prambon dan Kecamatan Krembung ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo, Munaqib menilai besaran angka Rp 995 juta itu merupakan temuan BPK RI. Pihaknya menagih ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Sidoarjo berdasarkan data dari BPK RI itu. BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo tidak punya data tersendiri untuk itu.
"Kasus ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Misalnya, peserta penerima bantuan PBI JK yang sudah meninggal ternyata tidak dilaporkan. Dampaknya iuran masih dibayar BPJS Kesehatan. Misalnya sudah meninggal 5 bulan lalu, baru dilaporkan sekarang. BPJS Kesehatan masih membayarnya secara rutin. Maka, BPJS Kesehatan wajib mengembalikan. Karena ini atas temuan BPK RI, BPJS Kesehatan tidak mau harus mengembalikan dana kapitasi itu," ungkapnya.
Untuk kasus di Sidoarjo, lanjut Munaqib pengembaliannya relatif hampir selesai. Baik di jajaran puskesmas maupun jajaran beberapa dokter praktik. Untuk puskesmas, sistemnya dicicil.
"Untuk pengembalian bulan Oktober dan bulan November sudah selesai. Tinggal pada bulan Desember ini. Jadi semua
sudah hampir selesai," kata Munaqib.
Sementara Kepala Dinas Keseharan (Dinkes) Pemkab Sidoarjo, dr Lhaksmie Herawati Yuantina menegaskan karena pengembalian itu menjadi kewajiban, maka Dinkes dan puskesmas akan mengembalikan apa yang menjadi tanggung jawabnya saja. Akan tetapi, karena masih harus ada validasi data, dirinya memohon waktu kepada BPJS Kesehatan.
"Kalau data sudah valid berapa yang harus dikembalikan, akan kami siapkan untuk dikembalikan. Beberapa pekan terakhir balal ada pertemuan lagi, kita sampaikan data validasinya agar datanya tidak simpang siur lagi," pungkasnya. Hel/Waw
Editor : Redaksi