Sukses Pertahankan Disertasi Soal Kawasan Bencana Lumpur Sidoarjo, Wakil Ketua BKNU Raih Gelar Doktor


Sukses Pertahankan Disertasi Soal Kawasan Bencana Lumpur Sidoarjo, Wakil Ketua BKNU Raih Gelar Doktor DOKTOR - Dr Moch Shofwan, S Pd, M Sc, CHRM berhasil meraih gelar doktor karena berhasil mempertahankan disertasinya tentang Pengembangan Wilayah di Kawasan Bencana Lumpur Sidoarjo di hadapan para Dewan Penguji dan Profesor, Selasa (25/06/2024).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Perjuangan panjang Dr Moch Shofwan, S Pd, M Sc, CHRM yang dikenal sebagai pegiat kebencanaan berhasil meraih pendidikan tinggi. Bahkan kini sudah tuntas.

Pria yang akrab dipangil Cak Shofwan ini, berhasil mempertahankan disertasinya tentang Pengembangan Wilayah di Kawasan Bencana Lumpur Sidoarjo (Studi tentang Pengembangan Infrastruktur dan Kawasan Terbangun) di hadapan para Dewan Penguji dan Profesor, Selasa (25/06/2024).

Karena itu, Cak Shofwan berhasil meraih gelar doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Administrasi Bidang Kajian Pengembangan Wilayah dan Kebencanaan, FISIP Untag Surabaya. Menurutnya, bencana Lumpur Sidoarjo yang terjadi tanggal 29 Mei 2006 dan menenggelamkan beberapa desa di Kecamatan Porong, Tanggulangin dan Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, menjadi sejarah penting. Hal ini, dikarenakan adanya peristiwa keluarnya gas dan lumpur panas dari dalam tanah dengan suhu 100 derajat celsius.

"Berdasarkan data lapangan dan hasil observasi, sejauh ini semburan lumpur masih berlanjut dan belum ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat. Bahkan, semua usaha untuk menghentikan keluarnya lumpur dari dalam bumi sejauh ini tidak berhasil," ujar Cak Shofwan kepada republikjatim.com, Selasa (25/06/2024).

Bagi Cak Shofwan, dampak dari semburan itu berakibat pada pola perencanaan dan pemanfaatan lahan di sekitar Kawasan Bencana Lumpur Sidoarjo. Terutama, soal pengembangan infrastruktur dan kawasan terbangun baik itu untuk permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa serta fasilitas umum dan fasilitas sosial.

"Penanganan pasca bencana, khususnya soal penataan ruang dan pengembangan wilayah harus mengedepankan fungsi Collaborative Governance. Semua unsur wajib terlibat, sehingga apa yang menjadi problem dan apa yang diinginkan ke depannya dapat terlaksana sesuai dengan kebutuhan," ungkap Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya ini.

Cak Shofwan menguraikan misalnya soal penataan permukiman komunal pasca bencana Lumpur Sidoarjo di beberapa titik wilayah Kecamatan Porong, Tanggulangin dan Kecamatan Jabon. Misalnya dengan membangun kawasan permukiman baru pasca bencana yang terintegrasi sesuai pola ruang di kawasan barat Lumpur Sidoarjo yaitu di daerah Kecamatan Tanggulangin, Tulangan dan Kecamatan Krembung.

"Termasuk mengoptimalkan pembangunan kawasan Industri di kawasan timur semburan Lumpur yaitu daerah Jabon dan sekitarnya. Tujuannya, agar tetap menumbuhkan sendi-sendi aktifitas perekonomian kawasan itu," tegas Wakil Ketua Badan Kemaritiman Nahdlatul Ulama (BKNU) Sidoarjo ini.

Sedangkan salah satu model yang dihasilkan dalam disertasinya Cak Shofwan ini, yaitu membangun model perencanaan dan pengembangan wilayah pasca bencana. Normatifnya, perencanaan wilayah itu dimulai dari penyusunan rencana, penetapan, pelaksanaan dan evaluasi. Namun dalam kondisi pasca bencana, maka hal semacam ini perlu dirumuskan kembali. Cak Shofwan menemukan model baru yang dinamai dengan PD-EBP (Post Disaster-Evidence Based Planning).

"Model ini memasukkan unsur penilaian program melalui identifikasi dan analisis masalah serta kebutuhan (kawasan terdampak pasca bencana) dan unsur pengembangan anggaran (kawasan terdampak pasca bencana) sebelum tahapan perencanaan wilayah secara normatif," tandas anggota Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) ini. Ary/Waw