Minta PPKM Tidak Diperpanjang, BHS Usul Pemerintah Kerahkan ASN se-Indonesia Sosialisasikan Prokes Covid-19

author republikjatim.com

republikjatim.com

Senin, 23 Agu 2021 19:21 WIB

Minta PPKM Tidak Diperpanjang, BHS Usul Pemerintah Kerahkan ASN se-Indonesia Sosialisasikan Prokes Covid-19

i

Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS)

Sidoarjo (republikjatim.com) - Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) kembali menyoroti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia. Politisi Partai Gerindra ini mendesak pemerintah tidak memperpanjang lagi penerapan PPKM. Salah satu alasannya, kondisi penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan.

"Sebelum PPKM, saat 20 Juni kondisinya sudah sama persis dengan PPKM. Malah sekarang ini lebih rendah daripada saat kita belum menerapkan PPKM. Bahkan sebelum pemerintah menunjukkan koordinator PPKM. Tapi jumlah kematian saat belum PPKM jauh lebih rendah. Ini bukti PPKM tidak perlu lagi diberlakukan," ujar BHS melalui sambungan ponselnya, Senin (23/08/2021).

BHS yang juga politisi Partai Gerindra ini menjelaskan PPKM Darurat yang levelnya lebih tinggi, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis. Bahkan kenaikan kasunya hampir tiga kali lipat daripada sebelum PPKM, hingga 50.00 kasus baru. Sedangkan kematian 1.400 dari 301 kasus sebelum PPKM.

"Sudah selayaknya Pak Jokowi, tidak menerapkan PPKM dan sebagainya. Sekarang ini rakyat sudah cukup menahan. Karena sudah ada bukti-bukti nyata hasil PPKM itu sendiri. Bukti-bukti itu sudah dibuka ke publik dan kita bisa baca semua. Kalau diperpanjang harus diperjelas alasannya," beber mantan anggota DPR RI 2014-2019 ini.

Menurut BHS, pemerintah perlu melakukan analisa dampak PPKM yang sudah banyak mengorbankan kondisi rakyat saat ini. Katanya, hingga kini masyarakat sudah mengeluarkan biaya yang demikian besar selama penerapan PPKM. Dijelaskan BHS, PPKM Darurat dimulai 3 Juli 2021 lalu. Saat itu ada penambahan kasus baru 27.913 dan angka kematiannya 493 kasus.

"Seharusnya saat PPKM Darurat, angka Covid-19 menurun. Tapi kenyatannya bukan menurun, malah kasusnya naik," ungkap alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini.

BHS menjelaskan pada 25 Juli 2021, kasus baru menjadi 38.679 dengan angka kematian tiga kali lipat, yakni 1.266 kasus. Setelah PPKM dilonggarkan pada level 4, sampai 2 Agustus 2021, hasilnya malah membaik, 22.404 dengan angka kematian 1.568 kasus. Kemudian PPKM level berikutnya, pada 8 Agustus, malah menurun, yakni kasus barunya menjadi 17.384 kasus dengan angka kematian 1.200 kasus.

"Ini berarti apa? Semakin levelnya diturunkan PPKM ini, maka hasil inveksinya semakin menurun. Nah ini perlu dianalisa pemerintah," jelas BHS.

Selain itu pada 22 Agustus, itu terjadi penurunan menjadi 12.408 kasus dan kematian menurun menjadi 1030 kasus. Nah pada 22 Agustus ini, kata BHS, kondisinya sama persis pada saat pemerintah menunjuk Menko Marves (Luhut B Pandjaitan) sebagai koordinator pelaksana PPKM. Karena itu, BHS pun menilai analisa terhadap hasil penerapan PPKM tidak dilakukan.

"Penerapan PPKM bukan berdasarkan hasil anilisa mendalam, tapi hanya berdasarkan perkiraan. Ini yang tidak boleh terjadi. Penerapan PPKM tanpa analisa mengakibatkan begitu banyak kematian. Bahkan tidak hanya kematian manusia, tetapi yang paling membuat rakyat kesulitan adalah kematian ekonomi," tandas pengusaha transportasi sukses ini.

ADVERTISEMENT

republikjatim.com vertical

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu, BHS juga menyinggung soal vaksinasi yang dilakukan pemerintah dan hampir menyentuh 50 persen rakyat Indonesia. Namun kata BHS, pemerintah sendiri belum yakin terhadap vaksinasi. Misalnya menggunakan transportasi publik maupun di mall atau kegiatan yang berhubungan kegiatan kantor-kantor pelayanan publik serta tempat publik lainnya harus menggunakan hasil Tes PCR atau Antigen.

"Seharusnya, jika pemerintah yakin dengan vaksinasi, maka tidak perlu lagi menggunakan hasil tes PCR maupun antigen untuk kegiatan masyarakat, misalnya menggunakan transportasi publik. Karena saat di transportasi publik maupun di mal dan tempat publik lainnya, kebanyakan masyarakat membatasi interaksi. Mereka sendiri juga tidak mengingingkan tertular Covid-19. Yang penting ada penerapan prokes yang ketat di tempat-tempat itu," urai BHS.

BHS lantas membandingkan dengan negara-negara lain. Di negara lain, begitu warga sudah mendapat vaksin, mereka tidak diwajibkan memakai masker. BHS menyebutkan di sejumlah negara di dunia, tidak ada transportasi umum yang menggunakan persyaratan tes PCR maupun antigen. Mereka, para penumpang transportasi umum itu, hanya perlu dicek temperatur saja.

"Jadi kita perlu belajar banyak dari negara-negara yang sudah berhasil menekan Covid. Seperti Selandia Baru, Australia, China, Itali dan negara-negara lain termasuk Rusia," beber BHS.

Sedangkan untuk mengatasi penularan Covid-19 itu, BHS menyatakan sebaiknya pemerintah menggerakkan seluruh ASN se-Indonesia, yang jumlahnya sekitar 4,5 juta ditambah TNI dan Polri sekitar 1,5 juta. Mereka ditugasi tanggung jawab untuk mengingatkan masyarakat agar menerapkan prokes Covid-19, yakni memakai masker, jaga jarak, menghindari kerumunan dan lain sebagainya.

"Ini saya kira jauh lebih efektif daripada adanya PPKM. Pemerintah juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat termasuk RT/RW untuk mengingatkan masyarakat menggunakan Prokes Covid-19 yang jumlahnya di atas 600.000 di seluruh Indonesia. Jadi bukan menyekat-nyekat atau melarang rakyat beraktifitas. Karena Covid-19 ini sudah menyebar kemana-mana," papar Owner PT Dharma Lautan Utama (DLU) Grup ini.

Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan bantuan vitamin kepada seluruh masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh.

"Puskesmas-puskesmas sekitar 150.000 di seluruh Indonesia wajib bisa memberikan edukasi ke publik tentang pencegahan dan pengobatan Covid-19. Ini harus masuk dalam mitigasi bencana itu," pungkas Dewan Penasehat Partai Gerindra Jatim ini. Hel/Waw

Editor : Redaksi

republikjatim.com horizontal