PSGPA Umsida Berinovasi Siapkan Sekolah Responsif Gender Bagi Guru di Sidoarjo


PSGPA Umsida Berinovasi Siapkan Sekolah Responsif Gender Bagi Guru di Sidoarjo PAPARAN - Narasumber Direktur Eksekutif Rumah Kita Lies Marcoes, Perwakilan Inovasi Repelita Tambunan serta fasilitator Ketua Pusat Studi Gender, Perempuan dan Anak (PSGPA) Umsida Kemil Wachidah menggelar acara Sekolah Responsif Gender, Rabu (09/02/2022).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Sejumlah dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menggelar acara inovasi malalaui acara Sekolah Responsif Gender. Acara yang digelar secara virtual itu, menghadirkan dua narasumber berkompeten yang digelar secara virtual.

Kedua narasumber itu yakni Direktur Eksekutif Rumah Kita, Lies Marcoes sekaligus Konsultan Gender dan Perwakilan Inovasi, Repelita Tambunan. Sedangkan dalam acara yang berlangsung berjam-jam itu melibatkan fasilitator Ketua Pusat Studi Gender, Perempuan dan Anak (PSGPA) Umsida, Kemil Wachidah.

Sedangkan para pesertanya sebagian besar adalah para guru. Rinciannya, 10 orang Kepala Sekolah (Kasek), 10 Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) dan 20 orang guru.

"Dalam memulai acara ini beragam identitas menjadi catatan pertama waktu perkenalan. Termasuk soal identitas dan menaikkannya sampai ke konsultasi. Karena tahapan sekolah responsif gender itu mulai konsep gender, sekolah responsif gender, RPP hingga terkahir ada Monitoring dan Evaluasi (Monev). Itu untuk menghindari ekspektasi bagi peserta," ujar Direktur Eksekutif Rumah Kita, Lies Marcoes kepada republikjatim.com, Rabu (09/03/2022).

Lebih jauh Konsultan Gender ini meminta puluhan peserta yang merupakan guru itu meluangkan agar konsentrasi dalam menggagas pembelajaran andragogi (pendidikan orang dewasa). Ketika membuat koran dan buku maka paragraf pertamanya harus bisa menjelaskan dan meyakinkan pembaca agar terlibat di dalamnya atau mengikuti terus materi yang disampaikan penulis.

"Kalau pembacanya tahu dan merasa terlibat dengan materi yang disediakan pasti akan mengikuti terus dan membacanya sampai selesai. Jadi beri kepastian peserta agar bingung. Kalau materinya bikin bingung bukan pendidikan andargogi karena membingungkan dan ada sifat menindas. Selama dua hari ke depan manfaatkan Sekolah Responsif Gender ini," pintahnya.

Bagi Konsultan Gender yang akrab dipanggil Bu Lies tahapan sekolah gender mulai perkenalan, harapan dan kekhawatiran hingga membangun kesepakatan itu menjadi penting. Terutama, dalam menggunakan pendekatan pendidikan andragogi (pendidikan orang dewasa).

"Mari mengajak orang terlibat mulai perkenalan agar terpancing dan menyampaikan semua uneg-unegnya. Kemudian dikaji dan dirumuskan solusinya," tegasnya.

Salah seorang peserta Calon Kepala Sekolah Responsif Gender, Farida mengaku dalam perkenalan selama 45 menit baginya cukup unik dan menarik. Alasannya, dirinya dalam waktu tidak lama (sebentar) bisa mengenali sesuatu dengan cepat.

"Tapi karena ini tahap awal, jadi masih ada rasa gugup dan khawatir," ungkapnya.

Sementara Fasilitator sekaligus Ketua Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak (PSGPA) Umsida, Kemil Wachidah menegaskan kegiatan Sekolah Responsif Gender itu untuk meningkatkan pemahaman soal gender. Karena itu pelatihannya sangat lengkap. Mulai materi perkenalan, harapan, membangun kesepakatan hingga peningkatan partisipasi. Apalagi, dalam konsep ini pembelajaran dewasa membutuhkan sharing (saling berbagi).

"Tahapan mengenalkan, mengidentifikasi dan menseleksi harapannya apa saja hingga kekhawatirannya apa saja agar bisa mengembangkan harapan peserta dan membangun kesepakatan bersama. Kemudian baru membuat konsep gender dan ketidakadilan gender," tandasnya. Hel/Waw