Pendemo Buang Sampah di Pendopo Sidoarjo Disinyalir Sebagian Besar Bukan Petugas Resmi Kebersihan DLHK


Pendemo Buang Sampah di Pendopo Sidoarjo Disinyalir Sebagian Besar Bukan Petugas Resmi Kebersihan DLHK DEMO - Para pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) memastikan para pendemo di Pendopo Delta Wibawa dan kantor DLHK Pemkab Sidoarjo disinyalir bukan petugas kebersihan dari DLHK Pemkab Sidoarjo, Rabu (20/12/2023) kemarin.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Para pendemo di Pendopo Delta Wibawa dan kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pemkab Sidoarjo, disinyalir bukan petugas kebersihan dari DLHK Pemkab Sidoarjo. Aksi demo disertai menumpahkan sampah depan Pendopo Delta Wibawa dan Kantor DLHK itu, diduga tidak mewakili suara dari ratusan petugas kebersihan DLHK.

Mereka yang menggelar aksi demo berasal dari sebagian kecil pengelola TPS dan sebagian kecil penggerobak sampah dengan mengatasnamakan Gabungan pekerja kebersihan Indonesia (Gapeksi).

Kepala UPT TPA Griyo Mulyo Jabon, Hajid Arif Hidayat mengatakan puluhan pendemo kemarin bukan petugas kebersihan DLHK. Mereka demo mengatasnamakan Gapeksi. Petugas pengumpul (penggrobak) sampah itu, sebagian adalah pekerja dari TPS3R Desa. Sebagian lain, adalah jasa pengumpulan sampah mandiri yang tidak terikat dengan TPS3R Desa.

"Meskipun bukan bagian dari DLHK secara langsung, para pengumpul sampah merupakan mitra bagi Pemkab Sidoarjo. Kebijakan yang disusun tidak pernah punya tujuan untuk merugikan siapapun. Tapi, seluruh praktik pengelolaan sampah harus berjalan sesuai regulasi yang ada," ujar Hajid Arif Hidayat kepada republikjatim.com, Jumat (22/12/2023).

Hajid membeberkan, dari sebanyak 197 Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di Kabupaten Sidoarjo hanya 17 TPS yang protes. Mereka menuntut biaya ritasi di TPA Griyo Mulyo Jabon digratiskan. Padahal, menurut Hajid selama ini mereka mengambil sampah rumah tangga tidak gratis dan mereka menarik retribusi sampah rumah tangga.

"Aksi mereka yang menuntut penggratisan biaya ritasi di TPA Griyo Mulyo Jabon bertentangan dengan Permendagri tentang Retribusi Sampah Rumah Tangga dan Permendagri tentang BLUD. Tidak mungkin DLHK menggratiskan karena itu melanggar peraturan. Dalam memungut sampah rumah tangga mereka kan menarik retribusi sampah rumah tangga dari warga," ungkap Hajid.

Hajid menambahkan, kebijakan yang dilakukan DLHK Pemkab Sidoarjo sudah melalui Forum Discuasion Group (FGD) dengan para pengelola TPS. Selain itu, peraturan baru retribusi ritasi tujuannya sangat baik, yakni agar bisa memaksimalkan pemilahan sampahnya di setiap-tiap TPS.

"Kalau pemilahan sampah dilakukan optimal akan mengurangi prosentase jumlah sampah yang dibuang ke TPA Griyo Mulyo Jabon," tegasnya.

Kebijakan itu menurut Hajid sebenarnya untuk mendorong pengelola TPS lebih memaksimalkan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Mereka bisa mengelola lebih maksimal lagi sampahnya. Sehingga sampah yang dibuang di TPA Griyo Mulyo Jabon jauh lebih bisa berkurang.

"Semakin sedikit sampah yang dikirim ke TPA Griyo Mulyo Jabon, maka semakin kecil biaya operasional yang dikeluarkan pengelola TPS," katanya.

Upaya yang dilakukan DLHK Pemkab Sidoarjo itu, lanjut Hajid sebenarnya sebagai langkah solusi bersama untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Griyo Mulyo Jabon. Dengan begitu, umur TPA bisa lebih lama. Jangan sampai umur TPA Jabon berkurang karena pengurangan sampah di TPS tidak optimal.

"Kita ini ikhtiar bersama menjaga TPA Jabon agar umurnya lebih panjang. Jangan sampai Sidoarjo darurat sampah, karena salah dalam penanganan di hulunya yakni di TPS - TPS3R. Makanya, kami mendorong pemilahan sampah di TPS bisa berkurang 70 hingga 80 persen," paparnya.

Saat ini, kata Hajid TPA Griyo Mulyo Jabon memberlakukan ketentuan Bayarlah Sesuai yang Dibuang.

"Artinya kalau TPS bisa mengelola sampah dengan baik, maka dapat meminimalisir pengeluaran untuk operasional sampah yang dibuang ke TPA," jelasnya.

Hajid menegaskan, TPS ini dapat mengambil solusi dengan cara menerapkan program Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS-3R) itu.

"Yaitu dengan cara melibatkan masyarakat diharapkan tidak hanya mengurangi kuantitas sampah dari sumbernya, tetapi juga memberikan pembelajaran serta praktik langsung kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan baik dan benar," pungkasnya. Hel/Waw