Kemplang Pajak Rp 529,7 Juta, Direktur CV Perdagangan Besar di Sidoarjo Dilimpahkan ke JPU Kejaksaan


Kemplang Pajak Rp 529,7 Juta, Direktur CV Perdagangan Besar di Sidoarjo Dilimpahkan ke JPU Kejaksaan LIMPAHKAN - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Jatim II bersama Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Tim Korwas Reskrimsus Polda Jatim menyerahkan tersangka perpajakan DSB dan barang bukti ke Kejari Sidoarjo, Rabu (18/09/2024).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur (Jatim) II bersama Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Jatim dan Tim Korwas Reskrimsus Polda Jatim menyerahkan (tahap 2) tersangka perpajakan DSB beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Rabu (18/09/2024). Tersangka DSB yang merupakan direktur sebuah CV perdagangan besar ini, disinyalir tidak membayar (ngemplang) pajak sebesar Rp 529,7 juta.

Penyerahan tahap 2 ini dilakukan setelah berkas perkara penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dinyatakan lengkap alias P-21 oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim). Tersangka DSB merupakan Direktur CV IM yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang Perdagangan Besar Berbagai Macam Barang.

Tersangka diduga kuat melakukan tindak pidana bidang perpajakan yakni dengan sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

"Tindak pidananya terjadi di lokasi usaha CV IM dan dilakukan pada masa pajak Januari sampai Desember 2018 kemarin. CV IM terdaftar sebagai wajib pajak dan berkewajiban menyampaikan SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sidoarjo Utara," ujar Kepala Kejari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah kepada republikjatim.com, Rabu (18/09/2024).

Lebih jauh Roy menjelaskan tersangka DSB dipersangkakan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

"Akibat perbuatan tersangka DSB ini, kerugian pendapatan negara berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang kurang dibayar diduga sebesar Rp529.734.880," ungkapnya.

Sedangkan modus operandi yang dilakukan, Direktur CV IM melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berupa sirtu. Kemudian menerbitkan faktur pajak dan/atau memungut PPN dari PT KLU, PT WK, PT WBP, dan NJKSO.

"Tapi terdapat PPN yang sudah dipungut yang tidak disetorkan ke kas negara," tegasnya.

Sementara itu Humas Kanwil DJP Jatim II, Karsita mewakili Kepala Kanwil DJP Jatim II, Agustin Vita Avantin mengucapkan terima kasih kepada semua aparat penegak hukum mulai Polda Jatim dan Kejari Sidoarjo yang membantu melibatkan untuk pelaksanaan kegiatan ini. Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah Jawa Timur.

"Kami (Kanwil DJP Jatim II) berharap agar persidangan dapat segera dilaksanakan dan segera mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya, baik terhadap tersangka DSB maupun untuk hak-hak negara (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak)," pintanya.

Bagi Karsita penindakan terhadap kasus DSB merupakan wujud pelaksanaan penegakan hukum perpajakan. Harapannya, memberikan efek jera (deterrent effect) bagi tersangka serta efek wajib pajak lain agar menghindari perbuatan melawan hukum perpajakan. Kepada Wajib Pajak diimbau untuk menghindari segala praktek yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan.

"Kesadaran dari wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap dan jelas adalah faktor utama menuju pajak kuat Indonesia maju. Perlu diingat DJP selalu mengedepankan asas ultimum remedium, yaitu pemidanaan sebagai upaya terakhir penegakan hukum perpajakan setelah seluruh tindakan administratif sudah ditempuh," pungkasnya. Ary/Waw