Pelaku Pemerasan Meninggal, Anggota GP Ansor Luruk Polsek Buduran


Pelaku Pemerasan Meninggal, Anggota GP Ansor Luruk Polsek Buduran LURUK POLSEK - Belasan anggota GP Ansor meluruk Polsek Buduran karena adanya tersangka pemerasan yang meninggal dunia, Selasa (10/04/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Belasan anggota GP Ansor Kecamatan Buduran meluduk Polsek Buduran, Selasa (10/04/2018) siang. Mereka mempertanyakan pengananan hukum terhadap empat orang yang tengah ditahan di Polsek Buduran. Hal ini disebabkan salah seorang pelaku meninggal dunia.

"Kami datang untuk mempertanyakan masalah itu. Apalagi, yang meninggal dunia adalah anggota GP Ansor," terang Dewan Pembina GP Ansor Kecamatan Buduran, M Ali Subhan di Polsek Buduran.

Menurutnya, penangkapan empat pelaku bermula dari pengurukan lahan tambak di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran oleh PT Tiga Bersaudara. Pengurukan lahan ini melintasi empat desa. Yakni Desa Dukuhtengah, Banjarsari, Damarsi, dan Desa Sawohan. Untuk Desa Damarsi dan Desa Sawohan sudah disosialisasi tentang pengurukan itu.

"Di Desa Dukuhtegah dan Desa Banjarsari tidak disosialisasi. Karena mendadak langsung diuruk, warga Banjarsari Wahyudi Dkk mempertanyakan keberadaan proyek itu. Akhirnya, minta kompensasi berupa uang Rp 10 juta kepada pengembang, sebagai dana kegiatan kepemudaan. Tapi pengembang bilang ke Wahyudi Dkk, pihaknya telah memberi uang sebesar Rp 15 juta. Uang itu diberikan kepada Kades," imbuhnya.

Menurut Ali, berdasarkan keterangan pengembang, Wahyudi Dkk meminta uang secara baik-baik kepada Kades Banjarsari. Namun, permintaan itu ternyata tidak mendapat tanggapan baik. Selain terkesan enggan memberi dana kegiatan kepemudaan yang diminta, Kades juga tak kunjung melakukan sosialisasi. Akhirnya, Wahyudi Dkk melakukan penghentian armada truk penguruk yang melintasi Desa Banjarsari. Dari sikap ini, baru Kades mengeluarkan uang.

"Tapi dia hanya memberi uang Rp 3 juta. Janjinya akan mencicil hingga Rp 10 juta sesuai permintaan pemuda Banjarsari. Dua hari kemudian, Wahyudi Dkk kembali meminta uang itu lagi. Mereka mendapat tambahan dana sebesar Rp 2 juta disertai bukti kuitansi penerimaan sebesar Rp 5 juta. Selanjutnya, mereka tetap meminta kekurangan dana kepada Kades tapi tidak pernah diberi," tegasnya.

Hal ini membuat Wahyudi Dkk naik pitam. Akhirnya mereka kembali menghentikan pengurukan. Namun, kali ini petugas Polsek Buduran ikut campur. Petugas Polsek Buduran menangkapi Wahyudi bersama temannya. Yakni Wahyudi, Ainur Rozi, Moch Yasik alias Holi, dan Muin. Keempatnya ditahan 14 Maret 2018 lalu.

"Selama ditahan, Holi kerap mengeluh sakit. Hingga sempat dibantar ke RS Bhayangkara Pusdik Gasum Porong. Setelah sehat dikembalikan ke Polsek Buduran. Kemudian penyakitnya kambuh.Holi kemudian meninggal dunia. Kata keluarganya sempat muntah darah. Tujuan kami diantaranya mau menanyakan masalah ini. Karena Holi meninggal dunia saat berada di bawah pengawasan Polsek Buduran," pintahnya.

Sementara itu, Kapolsek Buduran Kompol Hery Mulyanto menegaskan kematian Holi lantaran sakit. Kapolsek menepis dugaan lain di balik kematian Holi.

"Kalau dia (Holi) sama sekali tidak dianiaya. Ketika meninggal, statusnya juga diberi penangguhan penahanan," jelasnya.

Sedangkan terkait proses hukum yang tengah berjalan, mantan Kapolsek Porong ini kasus ini murni kasus pidana.

"Tadi sudah saya terangkan ke sejumlah perwakilan GP Ansor, yang meminta agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Saya hanya berperan sebagai pelayan masyarakat. Kedua belah pihak harus bisa saya layani dengan baik. Karena kasus ini jelas ada pelapornya yakni pengembang PT Tiga Bersaudara (Hari Budi Susetya) yang tercatat sebagai karyawan perusahaan," tandasnya. Waw