Kanwil DJP Jatim II Menang Praperadilan Tindak Pidana Perpajakan yang Diajukan Pengemplang Pajak


Kanwil DJP Jatim II Menang Praperadilan Tindak Pidana Perpajakan yang Diajukan Pengemplang Pajak TOLAK - Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menolak permohonan praperadilan melalui putusan nomor 4/Pid.Pra/2024/PN.Sda yang diajukan tersangka RS dalam perkara Tindak Pidana Pajak, Selasa (04/06/2024).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II bersama dengan Kantor Pusat DJP kembali menang perkara praperadilan. Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menolak permohonan praperadilan melalui putusan nomor 4/Pid.Pra/2024/PN.Sda yang diajukan tersangka RS dalam perkara Tindak Pidana Pajak, Selasa (04/06/2024).

Putusan ini mengulang kemenangan DJP Jawa Timur atas perkara praperadilan di Pengadilan Negeri Sidoarjo di Tahun 2023.

Kepala Kanwil DJP Jatim II, Agustin Vita Avantin berharap putusan ini menjadi penguatan hukum atas penegakan hukum perpajakan sehingga bisa membantu upaya dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). RS selaku pemohon mengajukan praperadilan atas sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II sebagai pihak termohon praperadilan. Putusan nomor 4/Pid.Pra/2024/PN.Sda dibacakan dalam persidangan pada hari Selasa tanggal 4 Juni 2024 oleh Hakim Tunggal yang memutuskan menolak permohonoan praperadilan untuk seluruhnya.

Hakim berpendapat permohonan praperadilan pemohon ditolak karena penetapan tersangka RS oleh PPNS Kanwil DJP Jawa Timur II telah sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Yakni telah memenuhi dua alat bukti yang cukup dari keterangan saksi, surat, alket, keterangan ahli dan keterangan calon tersangka. Selain itu, pemohon juga sudah diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi oleh termohon terkait kewenangan PPNS Kanwil DJP Jawa Timur II yang dipermasalahkan oleh pemohon.

"Hakim berpendapat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak memiliki wewenang khusus untuk melakukan penyidikan di bidang tindak pidana perpajakan dan menetapkan tersangka berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan," ujarnya Agustin Vita Avantin kepada republikjatim.com, Kamis (06/06/2024).

Vita menguraikan putusan Nomor 4/Pid.Pra/2024/PN.Sda ini memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan. Selain itu, penyidikan tindak pidana perpajakan sehingga menjadi bukti pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83/PUU-XXI/2023 tanggal 13 Februari 2024 terkait proses pemeriksaan bukti permulaan pada prinsipnya tidak boleh menimbulkan upaya paksa.

"Sebagai informasi, pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan terjadi tindak pidana di Bidang Perpajakan," ungkapnya.

Sedangkan penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

"Direktorat Jenderal Pajak selalu berkomitmen dalam melaksanakan tindakan penegakan hukum atau peraturan perundang-undangan perpajakan yang konsisten, efektif dan berkeadilan. Hal itu, sebagai upaya pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan karena pajak memegang peranan besar dalam menopang penerimaan negara," tegasnya.

Perlu diketahui DJP selalu mengedepankan asas ultimum remedium. Yakni pemidanaan sebagai jalan akhir dalam penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak melakukan kewajiban pajaknya dapat diberikan keringanan sanksi.

"Bahkan dihindari dari tindak pidana kalau mengakui kesalahan yang diperbuat dan melunasi kekurangan pajak sesuai denda administrasinya," pungkasnya. Ary/Waw