Bertahun-Tahun Jadi Dosen di Tulungagung, Kemenkumham Jatim Segera Deportasi WNA Asal Singapura


Bertahun-Tahun Jadi Dosen di Tulungagung, Kemenkumham Jatim Segera Deportasi WNA Asal Singapura Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim, Hendro Tri Prasetyo ancam deportasi MB warga asal Singapura yang sempat menjadi dosen di perguruan tinggi di Tulungagung.

Surabaya (republikjatim.com) - Kanwil Kemenkumham Jatim memberikan tindakan tegas kepada MB Warga Negara Asing (WNA) asal Singapura yang sempat menjadi dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Tulungagung. Berdasarkan rencananya, pria 66 tahun ini bakal segera dideportasi ke negara asalnya.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami akan menjatuhkan Tindakan Administratif Keimigrasian kepada MB berupa pendeportasian ke negara asal," ujar Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim, Hendro Tri Prasetyo kepada republikjatim.com, Rabu (21/06/2023).

Tidak itu saja, Hendro menjelaskan pihaknya juga akan memberikan sanksi administratif yang lain. Yaitu pencantuman dalam daftar cekal/ tangkal bagi yang bersangkutan.

"Kantor Imigrasi Kediri juga sudah menerbitkan berita acara pembatalan dokumen perjalanan yaitu paspor yang bersangkutan," papar Hendro.

Selain itu, pihak Kanim Blitar juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Tulungagung untuk membatalkan dokumen kependudukan seperti akta lahir, KTP dan Kartu Keluarga.

"Kanim Blitar juga sudah berkoordinasi dengan Bawaslu, agar melakukan pencegahan sehingga MB tidak masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT)," tegasnya.

Terkait rencana deportasi, pihak Kanwil Kemenkumham Jatim juga telah menetapkan tanggalnya. Yaitu pada 22 Juni 2023 besok. Saat ini, seluruh proses administrasi telah selesai.

"Prosesnya tinggal menunggu jadwal keberangkatan (deportasi) saja," jelasnya.

Sementara untuk dua WN Pakistan yang juga mendapatkan masalah keimigrasian yaitu IM dan MW. Rencananya akan dilakukan penegakan hukum keimigrasian (pro justitia).

"Kami akan menaikkan statusnya dari pra penyidikan ke penyidikan, karena kami juga sudah memegang dua alat bukti yang cukup," ungkap Hendro.

Keduanya disangkakan melanggar pasal 119 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Karena masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku.

"Dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta," urainya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Arief Yudistira menegaskan MB sudah berada di tanah air sejak tahun 1984. Dari hasil pemeriksaan, diketahui tujuan masuk ke Indonesia untuk kepentingan pendidikan. Yang bersangkutan menjalani pendidikan S1 di wilayah Malang dan lulus sekitar 2006.

"Pada medio 1984-1998, MB menggunakan visa kunjungan dengan paspor Singapura. Selama itu, tercatat dia keluar masuk Indonesia sekitar 10 kali," katanya.

Pada 2011, MB mendapatkan dokumen kependudukan. Tidak hanya KTP dan Kartu Keluarga (KK) tapi juga lengkap dengan Akta Kelahiran.

"KTP-nya menggunakan nama Y (inisial), lahir di Pacitan Tahun 1973. Ini sudah bergeser dari identitas awal dari identitas yang di Paspor Singapura," ucapnya.

Padahal sebenarnya, sambung Arief, yang bersangkutan lahir pada tahun 1956. Di paspor Singapura itu juga dituliskan wilayah kelahiran, yakni Pachitan.

"Jadi di Singapura juga ada wilayah dengan nama mirip Pacitan juga, yaitu Kampong Pachitan off Changi Rd S'pore," jelasnya.

Yang bersangkutan juga sempat menikah dengan warga lokal Blitar dan menekuni profesi sebagai tenaga pendidik. Yakni dosen salah satu kampus di Kabupaten Tulungagung.

"Ketika kami amankan kemarin, dia juga masih mengajar atau menjadi dosen. Keberadaan WNA asal Singapura ini cukup lama tidak terendus aparat," cetusnya.

Arief mengungkapkan, pendataan dokumen keimigrasian kala itu masih menggunakan metode konvensional. Sehingga, warga asing ini bisa beraktivitas tanpa dilengkapi dengan dokumen resmi.

"Kami sudah konfirmasi ke Kedutaan Singapura. Dari sana terkonfirmasi yang bersangkutan masih tercatat sebagai warga Singapura. Kami cek juga ke Ditjen AHU, ternyata MB juga tidak pernah mengajukan perpindahan menjadi Warga Negara Indonesia," paparnya.

Selain warga Singapura ada kasus pelangaran keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing. Mereka adalah IM dan MW, warga Pakistan. Keduanya masuk Indonesia melalui jalur yang tidak resmi yakni masuk lewat Malaysia dan tidak melalui petugas imigrasi.

"Lewat jalur yang minim pengawasan aparat dan digunakan sebagai akses keluar masuk Indonesia," tandas Kasi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Raden Vidiandra. Kem/Hel/Waw