Ada Sejak Tahun 280 Masehi, Begini Cara Kolektor Benda Pusaka di Sidoarjo Jamas Puluhan Benda Pusakanya


Ada Sejak Tahun 280 Masehi, Begini Cara Kolektor Benda Pusaka di Sidoarjo Jamas Puluhan Benda Pusakanya JAMASAN - M Wildan salah seorang warga Perumahan Gebang Raya, Desa Gebang, Kecamatan Sidoarjo menjamas sekitar 40 benda pusaka warisan leluhur di depan rumahnya sehari sebelum 1 Suro atau 1 Muharram 1445 Hijriyah, Selasa (18/07/2023) sore.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Sehari sebelum Tahun Baru Islam tanggal 1 Muharram 1445 Hijriyah atau yang dikenal dengan sebutan 1 Suro dalam kalender Jawa, sejumlah kolektor benda pusaka disibukkan membersihkan benda pusakanya. Tradisi ini biasanya disebut dengan jamasan atau mencuci benda pusaka seperti keris, tombak maupun pedang yang dikenal sebagai benda pusaka warisan leluhur.

Kendati membersihkan benda pusaka, banyak kolektor benda pusaka yang menilai pembersihan itu sebagai bentuk pembersihan diri atas segala salah dan khilaf sebagai manusia biasa.

Pembersihan benda pusaka ini, salah satunya dilakukan seorang kolektor benda pusaka, M Wildan. Warga Perumahan Gebang Raya, Desa Gebang, Kecamatan Sidoarjo ini setiap tahun menjamas puluhan benda pusaka miliknya. Ritual itu, dilakukan setiap sehari sebelum memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharram atau dalam kalender Jawa dikenal dengan 1 Suro.

"Hampir setiap tahun baru Islam saya melaksanakan tradisi jamasan atau memandikan benda pusaka di rumah ini. Jamasan ini sebagai upaya membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan sebagai manusia terhadap manusia maupun terhadap Sang Pencipta," ujar M Wildan kepada republikjatim.com, Selasa (18/07/2023) petang.

Cara menjamas benda pusaka itu, lanjut Wildan yang juga seorang pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo ini cukup sederhana. Sejumlah benda pusaka baik berupa keris, tombak maupun pedang itu dimandikan dengan menggunakan air kembang setaman yang dicampur buah jeruk nipis.

"Cukup sederhana membersihkan pusaka menggunakan air jeruk nipis sebagai upaya membersihkan kerak di setiap benda pusaka," imbuh Wildan.

Dari puluhan benda pusaka milik Wilda terdapat satu benda pusaka yang berusia tua dan menarik. Karena salah satu benda pusaka itu merupakan peninggalan dari Tahun 280 Masehi. Benda pusaka itu bernama pusaka Katga. Meski sudah mulai rapuh di berbagai sisinya termasuk warangkanya.

"Pusaka (Katga) ini memiliki nilai sentimental yang tinggi bagi saya. Makanya, saya.rutin setiap tahun tepatnya Satu Suro atau satu Muharram selalu memandikan benda-benda pusaka seperti keris dan tombak ini. Karena ritual memandikan keris dan benda pusaka ini bentuk pembersihan diri. Kita harus introspeksi diri, sebanarnya tidak terasa pasti memiliki kesalahan baik kesalahan terhadap sesama manusia maupun kesalahan kepada Sang Pencipta," tegas Wildan.

Bagi Wildan, meski tradisi memandikan benda pusaka ini digunakan sebagai simbol pembersihan diri. Akan tetapi realitanya, memandikan benda pusaka ini juga bisa membersihkan benda logam dari berbagai kerak dan kotoran yang menempel pada logam pilihan para empu pembuatnya itu.

"Ada sekitar 40 benda pusaka, seperti keris, tombak dan pedang yang selalu saya dimandikan. Memandikan benda pusaka ini menjadi budaya melestarikan warisan para leluhur. Dengan memandikan benda pusaka, menjadi ritual yang tidak pernah ditinggalkan," jelasnya.

Menurut Wildan Jamasan atau memandikan benda pusaka, wajib dimaknai sebagai upaya refleksi membersihkan dosa-dosa yang dilakukan seorang individu. Jamasan ini berarti membersihkan, merawat, memandikan serta memelihara. Bahkan kegiatan ini semacam wujud rasa syukur dan rasa berterima kasih kepada Allah SWT.

"Berarti menghargai peninggalan atas karya seni budaya para generasi pendahulu kepada generasi berikutnya. Jamasan ini dilakukan bukan semata-mata karena klenik, tapi murni untuk menjaga dan menghormati tradisi yang sejak dulu dilakukan para leluhur," paparnya.

Wildan mengakui budaya jamasan itu sangat tinggi nilai seninya. Dalam merawat benda pusaka seperti keris, tombak dan pedang pada umum ada beberapa ritual yang harus dilakukan. Bahkan, setiap kolektor benda pusaka memiliki cara yang berbeda-beda dalam merawatnya.

"Tetapi bukan berarti untuk memuja-muja benda pusaka. Jamasan ini murni karena meneruskan tradisi para leluhur. Apalagi, benda-benda pusaka ini tidak bakal lagi diciptakan di era sekarang, makanya perlu dilestarikan dan dirawat. Meski ada resiko dalam merawat benda pusaka. Seperti sering ditemui seseorang yang tidak diketahui asal muasalnya. Dia datang tidak ketahui dengan tiba-tiba muncul dan pergi kita juga tidak mengetahui kemana perginya," ungkap Wildan.

Sementara sejumlah benda pusaka yang dikoleksi M Wildan saat ini beberapa diantaranya Keris Singosari (Tahun 1200), Betok Jalak era Kerajaan Mojopahit yang ditandai bentuknya Megantoro atau mega diantara langit yakni megah. Kemudian ada Dapur Pleret tombak pangeran Diponegoro kiai Rondan yang tembus besok serta Tangguh Tuban.

"Semua diberi nama agar anak-anak dan keturunan saya mengetahui nama-nama asli benda pusaka warisan leluhur ini," pungkasnya. Hel/Waw