Sidoarjo (republikjatim.com) - Pengamat politik Sidoarjo yang sekaligus Founder Institute Research of Public Development (IRPD), Nanang Haromain menilai hasil rekapitulasi para Calon Legislatif (Caleg) DPRD Sidoarjo periode 2024 - 2029 banyak yang selisih tipis. Yakni antar Caleg bisa selisih antara 60 sampai 150 suara di tataran internal partai.
Kendati perolehan suara tipis dan rawan konflik, di akhir rekapitulasi di tingkat KPU Sidoarjo, akan tetapi Nanang tidak yakin ada perubahan. Baginya, tidak akan ada institusi yang bakal nekad berani 'bermain' dengan mengorbankan nama baiknya saat rekapitulasi akhir di tingkat KPU Sidoarjo.
"Karena sebenarnya, rekapitulasi akhir di tingkat kecamatan memang ada selisih suara itu. Sesuai dengan DA1. Kami juga yakin masing-masing Caleg dan timnya sama-sama mengantongi C-1 dan C Rekap," ujar Nanang Haromain kepada republikjatim.com, Selasa (27/02/2024).
Nanang yang juga mantan Komisioner KPU Sidoarjo periode 2014 - 2019 ini menguraikan saat ini, untuk para Caleg yang meraih suara kemenangan tipis, diakui rawan konflik dan gugatan. Apalagi, masing-masing Caleg merasa mendapatkan suara lebih unggul dibandingkan lawan (rival) politiknya.
"Tapi kami yakin semua akan selesai sesuai data rekapitulasi di tingkat kecamatan. Apalagi, semua saksi Caleg sudah menandatangi hasilnya," ungkapnya.
Nanang menjelaskan berdasarkan hasil laporan yang diterima ada beberapa Caleg yang rawan bersaing ketat di tingkat internal partai karena selisih suara yang tipis itu. Nanang menyebutkan misalnya di Dapil II ada pertarungan suara incumbent Partai Demokrat Zahlul Yusar dan pendatang baru Sirojuddin serta antara Caleg Petahana PKB Hamzah Purwandoyo dan Sutadji.
Selain itu, juga ada di Dapil III. Terutama di internal PDI Perjuangan. Yakni antara perolehan suara Caleg incumbent (petahana) Didik Prasetio yang meraih 9.693 suara dan pendatang baru Harman Pratomo yang meraih suara 9.531 suara. Apalagi terdapat bukti suara Didik Prasetio sempat hilang 33 suara di Kecamatan Krembung hingga membuat laporan ke Bawaslu Sidoarjo.
"Makanya, harus pandai-pandai menjaga perolehan suaranya setiap Caleg dan tim pemenangannya," tegasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kasus yang berbeda, kata Nanang juga terjadi di Dapil Sidoarjo V. Yakni Caleg terkuat Partai Amanat Nasional (PAN) Adhi Syamsetyo Djoko Lelono yang dari awal yakin akan memperoleh kursi, kini justru kursi terakhir diraih Caleg Partai Gerindra, Bashor.
"Karena sejatinya, dalam hasil rekapitulasi internal Partai Gerindra, meyakini meraih 2 kursi di Dapil V (Kecamatan Sukodono dan Kecamatan Taman). Setelah sebelumnya Gerindra sudah mengamankan kursi pertama. Nah suara kedua yang digadang-gadang Caleg PAN itu ternyata diraih Caleg Partai Gerindra Petahana Bashor itu," jelasnya.
Tidak hanya itu, Nanang menyebutkan potensi konflik di internal Partai juga terjadi di Dapil Sidoarjo VI (Kecamatan Gedangan dan Kecamatan Waru). Terutama, di internal Partai berlambang matahari terbit (PAN) akibat belum ada kepastian perolehan suara. Kondisi ini memaksa harus menunggu rekapitulasi akhir di tingkat KPU Sidoarjo.
"Penghitungan perolehan suara merupakan tahapan akhir penyelenggaraan Pemilu. Ini memiliki kerentanan dan potensi konflik yang tinggi bagi masing-masing Caleg. Proses rekapitulasi di kecamatan hingga kabupaten memakan waktu yang panjang dan lama. Nah kalau ada yang 'bermain' di lamanya waktu ini biasanya yang menjadi rawan lepas kontrol," papar pria berambut putih penuh yang juga tergabung dalam Pemantauan Pemilu Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) ini.
Bagi Nanang selisih perolehan suara yang tipis ini, semakin membutuhkan ketelitian banyak pihak untuk membuktikan akurasi data hasil rekapitulasi suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai tingkat Kecamatan. Karena di sini, jika terdapat kesalahan sengaja atau tidak sengaja, tindakan itu tidak hanya akan berpengaruh pada hasil suara saja. Akan tetapi, juga sangat berpotensi merubah kemenangan Caleg yang lolos mendapat kursi di DPRD Sidoarjo.
"Kami menyarankan pada saat rekapitulasi berlangsung, kehadiran saksi, pengawas dan pemantau dengan data yang dibawanya masing-masing dapat semakin meningkatkan akurasi hasil penghitungan suara di tingkat KPU Sidoarjo. Yakni dengan menyajikan data pembanding, saat ditemukan dugaan kecurangan. Sekaligus agar Caleg yang dirugikan bisa langsung melapor ke Bawaslu Sidoarjo. Makanya, kami tidak yakin potensi kecurangan dengan praktik jual beli suara dilakukan di akhir rekapitulasi. Karena pengawas dan masyarakat membuat penghitungan terdokumentasi dengan baik di setiap tingkatan," tandasnya. Hel/Waw
Editor : Redaksi