Wartawan dan Kapolresta Kediri Bahas Bahaya Hoaks di Medsos


Wartawan dan Kapolresta Kediri Bahas Bahaya Hoaks di Medsos DISKUSI - Kapolresta Kediri, AKBP Anthon Haryadi bersama wartawan dan mahasiswa Kediri sosialisasi dan berdiskusi bertajuk Jangan Ngawur di Medsos yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Selasa (20/03/2018) malam.

Kediri (republikjatim.com) - Puluhan mahasiswa Universitas Brawijaya di Kediri dan wartawan Kediri mengikuti sosialisasi dan diskusi bertajuk Jangan Ngawur di Medsos yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri. Diskusi ini, membahas tentang cara memanfaatkan media sosial (Medsos) dengan bijak serta penanganan dalam menghadapi berita hoaks yang dibuat dan disebarkan orang-orang tidak bertanggung jawab.

"Adanya berita hoaks itu sebenarnya sudah ada di abad 17," kata Korwil AJI Jatim, Ika Ningtyas kepada republikjatim.com, Selasa (20/03/2018) malam.

Ika menilai hoaks yang disebarkan itu dapat merugikan berbagai pihak. Dia menjelaskan berdasarkan data kasus yang dianggap hoaks dari pengguna medsos (internet), sekitar 55 persennya berada di indonesia. Menurutnya, jika berita hoaks terus disebarluaskan bisa mempengaruhi berbagai pihak.

"Lebih kasihan lagi jika berita di media mainstream menjadi terprovokasi dengan berita yang tidak benar. Seharusnya, informasi yang diposting bersifat positif. Tetapi ada saja beberapa kalangan yang salah menggunakan internet dan menyebar berita hoaks. Padahal hoaks sendiri ada 2 istilah hoaks yaitu miss informasi dan dis informasi," ungkapnya.

Sementara itu, Kapolresta Kediri, AKBP Anthon Haryadi menegaskan sejak Tahun 2017 hoaks sudah semakin marak di Indonesia. Oleh karena itu, ada tambahan petugas partoli. Saat ini patroli bukan hanya di jalan akan tetapi juga di internet.

"Belajar dari kasus yang ada, kepolisian dengan cepat membentuk Satgas Nusantara dengan tupoksi utamanya sebagai pengawas di dunia maya atau internet (medsos)," tegasnya.

Anthon menguraikan untuk seleksi suatu informasi yang ada di medsos dari Satgas Nusantara sudah dibentuk sub-sub tim dalam bidangnya untuk menganalisa dan mengikuti berita yang ada. Tugasnya mengamati, mengawasi dan menyelidiki benar tidaknya informasi maupun berita.

"Tujuannya menciptakan situasi yang kondusif di masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 sanksi bagi penyebar hoaks minimal dikenai hukuman 4 tahun dan maksimal 6 tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta hingga Rp 1 miliar," tandasnya. Pan/Waw