Tuntut Keadilan Kematian Putranya, Warga Waru Ajukan Praperadilan


Tuntut Keadilan Kematian Putranya, Warga Waru Ajukan Praperadilan PRA PERADILAN - Pengacara M Soleh mendaftarkan gugatan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Sidoarjo bersama keluarga Netty Hutabalian yang putranya menjadi korban dugaan hingga meninggal dunia, Kamis (03/05/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Seorang ibu rumah tangga, Ny Netty Hutabalian (53) warga asal Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Sidoarjo bersama keluarganya didampingi tim penasehat hukumnya mendatangi Pengadilan Negeri Sidoarjo. Mereka mencari keadilan dengan mengajukan praperadilan atas kematian putra keduanya, Yohanes Rizal Simanjuntak (27) yang diduga dianiaya massa.

Usai mendaftarkan gugatan praperadilan itu, perempuan yang dikaruniani 2 orang ini ini mendadak menangis histeris di halaman Pengadilan Negeri Sidoarjo.

"Anak saya yang meninggal itu mahasiswa semester VII saat itu. Dia anak yang polos. Tidak mungkin anak saya mencuri karena saat itu membawa motor untuk membeli gorengan," kata Netty sambil menangis di halaman gedung Pengadilan Negeri Sidoarjo.

Peristiwa menangisnya Netty ini menarik perhatian puluhan pengunjung Pengadilan Negeri Sidoarjo. Sambil menangis, Netty menceritakan yang telah dialami putra keduanya hingga meninggal berlumuran darah. Bahkan Netty tidak mampu menahan tangis ketika menceritakan nasib anaknya Yohannes Rizal Simanjuntak yang meninggal dunia 26 Oktober 2016 lalu. Pemuda 27 tahun itu meninggal akibat dihakimi massa di dekat rumahnya yang berjarak sekitar 300 meter dari rumahnya itu.

"Sebenarnya anak saya hendak membeli gorengan dengan mengendarai motor Supra Fit bernopol W 5527. Dia memarkir motornya halaman TPQ. Saat hendak pulang ada sejumlah motor lain yang parkir di belakangnya. Karena itu, anak saya berusaha meminggirkan beberapa motor lain agar motornya bisa keluar," ungkap perempuan asal Batak ini.

Kemudian, lanjut Netty saat itu ada warga yang menuding putranya maling. Warga itu berteriak ‘maling-maling’ hingga menarik perhatian warga sekitar. Spontan, banyak warga mendekat dan menghakimi putranya yang bernasib naas itu.

"Saat itu, anak saya sudah mengatakan hendak mengeluarkan motornya. Menunjukkan KTP, SIM dan lainnya, tapi warga tidak percaya dan terus menghajar putra saya sampai meninggal dunia," urainya sambil menunjukkan foto-foto anaknya yang bersimbah darah.

Paska itu, lanjut Netty karena dirinya tidak terima dengan peristiwa itu, keluargan korban melapor ke Polsek Waru dalam kasus pengeroyokan. Tapi laporan ditolak lantaran sudah ada pihak lain yang melapor tentang pencurian motor. Pihaknya kemudian melapor ke Polda Jatim dengan bukti laporan LPB/282/III/2017UM/JATIM tertanggal 7 Maret 2017.

"Namun oleh Polda Jatim laporan kami dilimpahkan ke Polsek Waru. Tapi ternyata malah diterbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara) yang terbit pada 28 Juli 2017. Saya hanya meminta kematian anak saya diusut tuntas," pintahnya.

Sementara itu M Soleh pengacara korban bersama timnya menegaskan karena itulah pihaknya memutuskan untuk mengambil langkah gugatan praperadilan. Menurut Soleh, termohon yang dalam hal ini Polsek Waru tidak melakukan otopsi terhadap jenazah Yohannes Rizal Simanjuntak, tidak memeriksa semua saksi-saksi yang diduga melakukan kekerasan, gelar perkara tidak melihatkan pemohon, dan sejumlah kejanggalan lain.

"Terbitnya SP3 bernomor SPPP/46.C/VII/2017/Polsek Waru tertanggal 28 Juli 2017 itu melanggar pasal 133 ayat 1 dan 2 KUHAP, pasal 11 Perkap nomor 21/2011, dan pasal 76 ayat 2 peraturan Kapolri Nomor 14/2012 tentang Managemen Penghentian Penyidikan," paparnya sambil menunjukkan bukti gugatan Praperarilan yang didaftarkannya ke Pengadilan Negeri Sidoarjo.

Menurut Soleh, SP3 yang diterbitkan oleh Polsek Waru tidak sah dan melanggar hukum.

"Kami harap ada keadilan dalam praperadilan ini. Karena keluarga korban sudah mencari keadilan kemana-mana," tandasnya. Waw