Ratusan Guru dan Siswa Smamita Dimotivasi Doktor Asal Jepang Meraih Prestasi


Ratusan Guru dan Siswa Smamita Dimotivasi Doktor Asal Jepang Meraih Prestasi INSPIRASI - Peneliti Waktu Pro Hijiyama University, Dr Fujikawa Yoshinori memberi inspirasi 282 siswa baru Smamita untuk melanjutkan kuliah di Jepang agar lebih maksimal proses belajarnya dalam acara MPLS, Rabu (18/07/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Sedikitnya 282 siswa baru dan 50 dewan SMA Muhammadiyah 1 Taman (Smamita) dimotivasi 2 doktor muda asal Jepang dan Indonesia. Keduanya diberi kesempatan untuk menjadi motivator sekaligus inspirasi agar para siswa dan guru Smamita bisa melanjutkan pendidikannya ke Jepang. Sebanyak 282 siswa baru itu, terbagi dalam 8 kelas yakni 5 kelas IPA dan 3 kelas IPS.

Tidak hanya itu, untuk memuluskan agar para siswa dan guru mendapatkan bea siswa ke Jepang, juga melaksanakan tanda tangan kerjasama (MoU) dengan Jepang. Kerjasama ini, sebagai salah satu upaya agar siswa dan guru yang termotivasi bisa melanjutkan pendidikan ke negara Oshin itu.

Kegiatan itu, termasuk salah satu kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dikemas Kelas Inspirasi Ilmuwan Muda Indonesia Goes To SMA Muhammadiyah 1 Taman 2018. Sedangkan acara ini, temanya Menyalakan Sumbu Cita-Cita Generasi Indonesia dan Mengenal Budaya dan Peradapan Jepang.

Kedua doktor motivator itu masing-masing adalah Dr Fujikawa Yoshinori, Peneliti Waktu Pro Hijiyama University warga asal Hirosima, Jepang dan Dr Tuswadi, Ilmuwan Akademik Muda Indonesia yang juga guru SMAN 1 Sigaluh, Jawa Tengah.

"Selama ini, kami sudah bekerjasama dengan negara serumpun yakni Malaysia dan Singapura. Sekarang kami berusaha mengembangkan kerjasama dengan Jepang," terang Kepala Smamita, Zainal Arif F kepada republikjatim.com, Rabu (18/07/2018).

Kedua motivator ini, kata Zainal bakal berusaha menjadi jembatan bagi para siswa dan guru Smamita untuk melanjutkan S1, S2 dan bahkan S3 di Jepang. Saat ini, paska mendapatkan gelar S2 dan Doktornya, Tuswadi sudah memberangkatkan 25 siswa Jepang. Hasilnya menjadi mahasiswa berprestasi dengan hasil akhir Cumlude.

"Para motivator itu, orang biasa yang menjadi orang luar biasa. Semoga menginspirasi siswa dan guru di sekolah kami. Termasuk menginspirasi siswa dan guru di sekolah lainnya," imbuhnya.

Sedangkan ditanya soal quota siswa maupun guru yang bisa diberangkatkan ke Jepang, Zainal mengaku bisa maksimal 5 orang. Namun berdasarkan kerjasama yang baru ditandatangani untuk sementara disiapkan untuk 2 orang. Peluangnya bisa dari kalangan siswa maupun dewan guru.

"Kemarin dijanjikan 2 orang karena ada living cost di Hirosima itu untuk setiap pelajar," tegasnya.

Sementara Dr Tuswadi menguraikan perjuangan berkuliah S1 yang dibiayai kakak-kakanya karena orangtuanya hanya penjual cangkul. Selain itu, menceritakan kuliah S2 dan S3 di Jepang dengan biaya sendiri dan bea siswa serta tak diperbolehkan kampus kembali ke Indonesia. Dia mencontohkan dirinya dari anak orang tak punya hingga bisa mengajak anak istri dan keponakannya belajar ke Jepang.

"Guru dan siswa harus bisa menjadi inspirasi bagi lainnya. Kayak saya dulu dipanggil Pak Tus sekarang Dok Tus," pungkas pria yang tak suka piknik (rekreasi) ini. Waw