Puluhan Warga Kepatihan Pertanyakan Kasus PTSL ke Kejari Sidoarjo


Puluhan Warga Kepatihan Pertanyakan Kasus PTSL ke Kejari Sidoarjo KLARIFIKASI - Puluhan warga Desa Kepatihan, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo mendatangi kantor Kejari Sidoarjo klarifikasi laporan kasus dugaan PTSL yang sudah dilaporkan sejak 8 bulan lalu, Senin (12/11/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Puluhan warga Desa Kepatihan, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Senin (12/11/2018). Mereka mempertanyakan kasus dugaan penyimpangan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2017 yang tak kunjung ada perkembangannya.

Selain itu, warga mengaku sudah hampir 4 kali mendatangi kantor Kejakaaan Sidoarjo itu, untuk mempertanyakan perkembangan perkara yang dilaporkan itu. Dalam aksinya itu, mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan desakan agar perkara yang dilaporkan itu segera ditangani.

"Kami sudah 4 kali mempertanyakan perkara yang kami laporkan ini. Tapi belum ada perkembangan. Hasilnya tetap masih menunggu 2 alat bukti. Makanya kemarin kami koordinasi dengan Kejati Jatim kemarin," terang koordinator aksi, Sutaji kepada republikjatim.com, Senin (12/11/2018).

Lebih jauh Sutaji menilai 2 alat bukti sudah cukup. Diantaranya kuintansi dan bukti sertifikat yang sudah jadi. Apalagi, kronologisnya sudah jelas asal muasal perkara sertifikasi massal sebanyak 1.500 pemohon.

"Yang dipermasalahkan warga tambahan 563 pemohon yang tidak ditarik Rp 500.000 per pemohon untuk pembuatan akta itu. Kalau diselidiki meskinya sudah ada perkembangan karena laporan kami sudah sejak 27 Maret 2018 lalu," imbuhnya.

Sementara 10 perwakilan warga ini, langsung ditemui Kasi Intel, Kasi Pidsus dan Kepala Kejari Sidoarjo, Budi Handakan beserta para stafnya. Budi Handaka mengaku pihaknya tidak berpihak ke siapa pun. Saat ini, pihaknya mencari kebenaran dengan mencari 2 bukti untuk menaikkan proses laporan dari pulbaket puldata ke penyelidikan dan penyidikan.

"Memang sesuai surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri ada pembayaran Rp 150.000 per pemohon. Selain itu ada aturan proses perolehan tanah di atas tanah 1997 itu membutuhkan akta sebelum dijadikan sertifikat. Kalau ada notaris yang minta jasa Rp 500.000 atau Rp 1 juta itu terserah notarisnya," tegasnya.

Selain itu, Budi Handaka menegaskan untuk memperjelas masalah pihaknya bakal memfasilitasi warga bertemu BPN, notaris dan perwakilan warga agar permasalahan bisa menjadi semakin terbuka. Selain itu, bakal menghadirkan panitia PTSL desa.

"Karena kita tak bisa memaksakan harga jasa notaris itu. Itu bergantung kesepakatan di tingkat desa," pungkasnya. Waw