MTI Jatim Desak Pemerintah Turunkan Harga BMM Saat Minyak Mentah Anjlok Akibat Covid-19


MTI Jatim Desak Pemerintah Turunkan Harga BMM Saat Minyak Mentah Anjlok Akibat Covid-19 DESAK - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim, Bambang Haryo Soekartono mendesak pemerintah menindak mafia energi yang leluasa bermain saat pandemi Covid-19 hingga harga BBM masih mahal ketika harga minyak dunia turun, Kamis (23/04/2020).

Surabaya (republikjatim.com) - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono mendesak pemerintah segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi. Hal ini lantaran harga minyak mentah dunia turun drastis hingga nol dolar AS per barrel.

"Seharusnya harga BBM disesuaikan (diturunkan) dengan harga minyak mentah dunia itu. Kalau minyak mentah turun BBM di Indonesia harganya harus turun," terang Bambang Haryo Soekartono, Kamis (23/04/2020).

Bambang yang juga mantan anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 ini menjelaskan di sejumlah negara lain sudah menyesuaikan tarif dan harga BBM berdasarkan harga minyak mentah dunia itu. Misalnya di sejumlah negara di Eropa kerap menyerahkan harga BBM sesuai mekanisme harga pasar.

"Turunnnya harga BBM ini sangat penting. Karena bisa membantu pengusaha sektor jasa transportasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun pengusaha lainnya. Turunnya harga BBM menjadi stimulus positif perekonomian makro Indonesia. Apalagi, saat kondisi ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Harga energi yang murah dapat menjadi stimulus bagi sektor riil agar ekonomi tetap bergerak, harga pangan stabil serta daya beli masyarakat tetap terjaga," imbuhnya.

Belum turunnya harga BBM itu, kata pria yang akrab dipanggil BHS ini menduga adanya permainan kartel. Yakni dimainkan para mafia BBM. Karena itu, pihaknya mendesak Presiden RI, Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menko Perekonomian segera bertindak tegas terhadap para mafia BBM. Hal itu agar harga BBM bisa turun bersamaan saat harga minyak dunia anjlok hingga ke titik terendah sepanjang sejarah itu.

"Karena mafia energi masih leluasa bermain di tengah pandemi virus Corona (Covid-19), sehingga harga BBM lebih mahal dibandingkan harga semestinya. Makanya, harga BBM tidak disesuaikan Pertamina, meski harga minyak mentah dunia turun tajam hingga di bawah nol dollar AS. Ini bukti mafia (kartel) energi masih berkuasa dan leluasa memainkan harga," tegasnya.

Menurut pemilik PT Dharma Lautan Utama Grup ini, seharusnya harga BBM di dalam negeri juga turun. Terutama solar yang digunakan industri manufaktur, UMKM, logistik, pelayaran dan nelayan. Harga solar harusnya bisa turun minimal separuh dari harga saat ini. Bambang menduga, jika Presiden tahu pasti kondisi harga minyak mentah saat ini, pasti akan bertindak tegas.

"Saya yakin baik Pak Presiden Jokowi maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani bakal menentang permainan mafia minyak. Karena harga BBM sangat berpengaruh pada indikator ekonomi makro yang menjadi tanggung jawab Menkeu," ungkapnya.

Saat ini, kata Bambang yang juga pengusaha transportasi sukses ini, harga BBM di Indonesia tidak tidak turun dan lebih mahal dibandingkan negara lain karena permainan kartel itu. Bambang mencontohkan, di Malaysia misalnya. Saat harga bahan bakar RON 95 per 18 April seharga RM 1,25 atau Rp 4.395 per liter, RON 97 harganya RM1,55 atau Rp 5.450 per liter dan diesel RM 1,43 atau Rp 5.028 per liter.

"Sementara di Indonesia hingga kini harga BBM subsidi dan non subsisi masih mahal. Contohnya Premium (RON 88) yang dijual Rp 6.450 per liter. Harga itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan RON 97 di Malaysia. Seharusnya Menteri ESDM segera menginstruksikan Pertamina menyesuaikan harga BBM ini. Kalau harga BBM murah, industri di dalam negeri dan UMKM pasti terbantu dalam mempertahankan usaha dan mencegah PHK. Selain itu, kemerosotan perekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 bisa dicegah," paparnya.

Bambang menguraikan jika harga BBM turun, maka akan menurunkan tarif listrik PLN. Akibtanya akan mengurangi beban industri dan UMKM maupun rumah tangga. Apalagi, sekitar 80 persen biaya pembangkit listrik berasal dari energi seperti solar dan batu bara. Saat harga BBM turun, maka tarif listrik bisa turun sekitar 25 sampai 50 persen.

"Apalagi harga batu bara saat ini sudah merosot lebih dari 50 persen. Karena tidak ada transparansi, maka tarif BBM dan listrik selama ini tetap mahal. Seharusnya, Pertamina tidak membebankan masalah internal dengan cara menjual BBM lebih mahal dari harga semestinya. Ketika membeli minyak di pasar dunia dengan harga sangat murah, tetapi menjualnya di dalam negeri dengan harga tinggi. Dalam kondisi Covid-19 sekarang, Pertamina harusnya sensitif terhadap kesulitan masyarakat dan bangsa," jelasnya.

Sementara itu, Bambang Haryo juga mengingatkan pemerintah segera memberantas mafia pangan agar rakyat tidak semakin sengsara akibat dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, ada 11 komoditas pangan masih dikendalikan mafia dan kartel. Akibatbya harganya selalu bergejolak dan cenderung langka. Dia mencontohkan harga gula yang mencapai Rp 17.000 sampai Rp 18.000 per kilogram saat pandemi virus Corona.

"Jadi, Presiden harus tegas dan harus berani menjamin harga stabil dan pasokan stok barangnya terjamin. Contoh Malaysia, meski negara ini menerapkan lockdown, rakyat masih bisa makan karena harga pangan murah dan terjamin. Kami meminta Presiden tegas memerintahkan para menteri agar menjamin harga 11 kebutuhan pokok terjangkau dan pasokan aman. Termasuk Satgas Pangan harus bertindak tegas. Apalagi ketika rakyat kesulitan seperti sekarang," pungkasnya. Hel/Waw