Masalah Ekonomi Mendominasi Angka Perceraian Tertinggi di Sidoarjo


Masalah Ekonomi Mendominasi Angka Perceraian Tertinggi di Sidoarjo Ilustrasi Perceraian

Sidoarjo (republikjatim.com) - Masalah perekonomian keluarga masih mendominasi angka perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Masalah ekonomi keluar itu memicu perselisihan dan pertengkaran terus menerus antar pasangan suami istri itu.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sidoarjo, M Dedy Kurniawan mengatakan jumlah angka perceraian di Sidoarjo dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurutnya, untuk cerai talak (cerai yang diajukan laki-laki) mulai Januari hingga November 2017 mencapai 1.216 perkara. Sedangkan untuk cerai gugat angkanya lebih tinggi yakni 2.683 perkara.

"Sampai saat ini pemicu utama perceraian masih didominasi masalah ekonomi. Jumlahnya mencapai 1.133 perkara hingga menjelang akhir tahun ini," terangnya kepada republikjatim.com, Selasa (19/12/2017).

Menurut pria yang akrab dipanggil Dedy ini permasalahan tertinggi kedua pemicu perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara pasangan rumah tangga itu. Saat ini jumlahnya mencapai 1.024 perkara.

"Biasanya di awal-awal perselisihan rata-rata mereka tidak terbuka. Tapi saat persidangan terungkap semua. Ada yang memang tidak harmonis dan ada juga yang karena orang ketiga," imbuhnya.

Oleh karenanya lanjut Dedy perceraian itu tidak harus ditafsirkan dengan perselingkuhan. Ada yang karena faktor orang tua salah satu pihak yang terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga (keluarga) dan ada juga yang memang karena berselingkuh.

"Kalau faktor selingkuh alasannya juga macam-macam. Misalnya, dari pertengkaran dan perselisihan terus menerus salah satunya (pihak suami) meminta ijin poligami, tapi pihak perempuan justru memilih untuk mengajukan gugatan cerai," tegasnya.

Sementara faktor penyebab perceraian terakhir adalah meninggalkan salah satu pihak dalam waktu yang lama. Hal itu disebabkan tugas atau bekerja diluar kota dan pulau atau keluar negeri jumlahnya mencapai 997 perkara.

"Cerainya karena ditinggalkan dalam waktu yang lama tanpa kabar dan tak diberi nafkah sama sekali," ungkapnya.

Sedangkan dari semua perkara itu, kata Dedy ada 1.076 perkara yang dimediasi. Hasilnya ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil lanjut ke sidang cerai.

"Biasanya yang berhasil dimediasi untuk rujuk itu jumlahnya sangat sedikit. Tercatat hanya ads 35 perkara. Sisanya ribuan kasus itu ngotot dan bersikukuh ingin tetap bercerai melalui berbagai tahap persidangan," pungkasnya. Waw