Lalu Lintas Berbasis Elektronik Solusi Kepolisian Dalam Penegakan Hukum di Era Digital


Lalu Lintas Berbasis Elektronik Solusi Kepolisian Dalam Penegakan Hukum di Era Digital E TILANG - Pemanfaatan E Tilang yang terpasang di sejumlah lampu merah menjadi solusi bagi penindakan lalu lintas di era digital.

Oleh

Patuan S AJ Sihombing, Fatahillah Aslam, Fauzan Muttaqien dan Rosyade Ariq

(Taruna Akademi Kepolisian)

Surabaya (republikjatim.com) - Lalu lintas sebagai bagian dari sistem transportasi sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Perkembangan lalu lintas yang terjadi saat ini dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi kehidupan masyarakat. Keamanan dan kenyamanan dalam berkendara merupakan suatu impian yang dicitacitakan masyarakat pada umumnya.

Fenomena yang terjadi di Indonesia, hampir setiap hari terjadi pelanggaran lalu lintas. Minimnya pengetahuan dan kesadaran dalam mentaati peraturan lalu lintas menjadi faktor utama dalam pelanggaran lalu lintas. Beberapa bentuk pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi diataranya adalah tidak memiliki Surat Izin mengemudi (SIM), tidak menyalakan lampu utama kendaraan pada siang hari, tidak menggunakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI), tidak memakai kaca spion, tidak memasang plat nomor kendaraan, melanggar rambu-rambu dan marka jalan, melawan arus, tidak menggunakan sabuk pengaman, tidak menghidupkan lampu sein ketika berbelok, melanggar aturan batas kecepatan maksimum dan minimum, menggunakan handphone saat berkendara sehingga hilangnya konsentrasi serta kendaraan roda empat yang membawa muatan melebihi batas kapasitas kendaraan.

Dari berbagai macam bentuk pelanggaran itu, kerap kali menimbulkan kemacetan dan kecelakaan di jalan raya. Berdasarkan data yang dimuat dalam website resmi Korlantas Polri, pengendara sepeda motor adalah kelompok terbesar dari pelanggar hukum lalu lintas.

Pelanggar utama dari data itu adalah pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM. Korlantas Polri mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 133 kecelakaan dari seluruh Polda di Indonesia. Terdapat 190 total korban dengan rincian 21 meninggal dunia, 16 luka berat, dan 153 luka ringan (sumber: http://korlantas.polri.go.id/).

Oleh karena pelanggaran lalu lintas mempunyai dampak yang cukup besar, maka pemerintah membuat strategi dan langkah-langkah perbaikan sistem dalam mekanisme penindakan pelanggaran lalu lintas yang efektif dan efisien. Langkah-langkah perbaikan itu yaitu dengan meluncurkan kebijakan tilang online atau disebut juga E-Tilang.

Inovasi kebijakan E-Tilang merupakan upaya peningkatan kualitas penegakkan hukum berbasis online. Pelanggar dapat langsung membayar ke bank tanpa harus hadir di pengadilan. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tertib dan kelancaran lalu lintas yang lebih baik.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, kini tilang telah mengunakan sistem elektronik yang lebih dikenal dengan sistem E-Tilang. E-Tilang merupakan digitalisasi proses tilang. Dengan memanfaatkan teknologi, diharapkan seluruh proses tilang akan lebih efisien juga membantu pihak kepolisian dalam manajemen administrasi.

Sistem ini dikategorikan dalam dua user. Pertama pihak kepolisian dan kedua pihak kejaksaan. Pada sisi kepolisian, sistem akan berjalan pada komputer dengan sistem operasi Android. Sedangkan pada pihak kejaksaan, sistem akan berjalan dalam bentuk website, sebagai eksekutor seperti sidang manual.

Melalui sistem E-Tilang ini, pelanggar lalu lintas dapat membayar denda maksimal pada pasal yang dilanggar melalui rekening BRI pelanggar. Setelah mendapatkan notifikasi pembayaran denda tilang, pelanggar dapat langsung menunjukkan kepada petugas bahwa tilang sudah terbayar.

Mengenai hasil putusan sidang tilang tentang denda yang harus dibayar oleh pelanggar menunggu pelaksanaan sidang. Saat sudah ditetapkan oleh pengadilan tentang besaran denda tilang, pelanggar akan mendapatkan notifikasi dan pengembalian denda maksimal yang sudah dibayar melalui rekening BRI Pelanggar.

Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan (street-levelbureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu. Cara yang tepat agar implementasi kebijakan E-Tilang dapat dipahami dan dijalankan dengan baik oleh pihak Kepolisian yang bertugas di lapangan adalah dengan memahami prosedur dan segala hal yang berkaitan mengenai E-Tilang.

Dalam upaya penyebarluasan kebijakan E-Tilang, Korlantas Polri memberikan sosialisasi dan pelatihan dengan mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Pasal 272 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan. Disebutkan untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran lalu lintas dapat digunakan peralatan elektronik. Hasil penggunaan peralatan elektronik ini dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan. Yang dimaksud dengan peralatan elektronik adalah alat perekam kejadian untuk menyimpan informasi.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaran Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur bahwa penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didasarkan atas hasil: (1) Temuan dalam proses pemeriksaan kendaran; (2) laporan dan/atau (3) rekaman peralatan elektronik. Struktur birokrasi dalam kebijakan E-Tilang adalah SOP dan fragmentasi.

Dalam pelaksanaan kebijakan E-Tilang, polisi memberikan penindakan sanksi tilang sesuai dengan mekanisme dan SOP yang ada. Fragmentasi dalam implementasi kebijakan E-Tilang yaitu terjalinnya koordinasi dan pembagian tugas dari beberapa lembaga. Yakni adanya kesinergisan antar Kepolisian, Kejaksaan Agung, Pengadilan, dan Bank BRI. ***