Kematian Tahanan, Giliran Kejaksaan Sidoarjo Digeruduk Ansor


Kematian Tahanan, Giliran Kejaksaan Sidoarjo Digeruduk Ansor LURUK - Belasan anggota GP Ansor Sidoarjo meluruk Kejari Sidoarjo dan ditemui Kasi Pidum, I Wayan Sumertayasa di ruang Pidum terkait kematian tahanan Polsek Buduran, Rabu (11/04/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Paska meluruk Polsek Buduran, belasan anggota GP Ansor dan Banser Sidoarjo giliran meluruk kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Rabu (11/04/2018). Aksi warga ini, masih terkait dengan kasus dugaan pemerasan oleh empat warga Banjarsari yang ditangani Polsek Buduran.

Mereka adalah Holi alias Darul Ismawan, Ainur Rozi, Wahyudi Purnomo, dan Abdul muin. Namun saat ditahan Polsek Buduran, seorang tahanan, Holi meninggal dunia di RSUD. Seluruh warga Banjarsari, Kecamatan Buduran ini ditangkap 14 Maret 2018 lalu.

"Ada banyak kejanggalan dalam penanganan perkara. Termasuk soal penangkapan keempat warga itu disetting dan ada dalangnya," terang Ketua GP Ansor Sidoarjo, Rizza Ali Faizin seusai mendatangi Kejari Sidoarjo.

Kedatangan para anggota GP Ansor dan Banser ini, ditemui Kasi Pidum Kejari Sidoarjo, I Wayan Sumertayasa. Hal ini lantaran Kepala Kejari Sidoarjo sedang sakit dan dirawat di RSUD Sidoarjo. Para perwakilan GP Ansor dan Banser ini ditemui di ruang Pidum. Mereka menyampaikan berbagai fakta yang ditemukan seputar kasus dugaan pemerasan itu.

"Kejanggalan lainnya, surat penangkapan yang nyusul (diterbitkan) setelah penangkapan. Penanganan tersangka ketika mengajukan penangguhan karena sakit. Saat tersangka sakit dan mengajukan penangguhan, kok disuruh izin ke kepala desa. Ada apa ini?," imbuh Rizza.

Dalam kasus ini, Rizza menduga, ada kriminalisasi dalam kasus ini. Persoalan yang sudah disepakati oleh warga dengan pihak pengembang, tiba-tiba bermasalah dalam proses distribusi dan malah dilaporkan ke polisi ketika warga berusaha menagihnya.

"Untuk desa-desa lain yang terdampak proyek sudah cair kompensasinya. Ketika pemuda Banjarsari menagih malah jadi persoalan hukum. Kami menduga kuat terjadi konspirasi atau ada perencanaan untuk menjebak rekan-rekan kami itu," ungkapnya.

Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Sidoarjo, I Wayan Sumertayasa menegaskan adanya informasi dari anggota GP Ansor dan Banser ini menjadi dasar Jaksa Penuntut Umum (JPU) memeriksa berkas perkara. Selain itu dijadikan dasar untuk menetapkan perkara ini bisa dinyatakan lengkap (P21) atau tidak.

"Hasil pertemuan ini akan jadi pertimbangan 2 JPU yang sudah kami tunjuk," tandasnya.

Diketahui kasus ini bermula dari proyek pengurukan PT Tiga Bersaudara di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran. Ada beberapa desa berstatus terdampak dalam proyek itu, yakni Desa Banjarsari, Dukuh Tengah, Damarsi dan Sawohan. Warga dan pengembang kemudian sepakat ada kompensasi. Untuk Banjarsari disepakati Rp 10 juta sebagai dana partisipasi kepemudaan. Ketika ditanyakan ke pengembang, katanya dana sudah diserahkan ke kepala desa.

Tapi karena meminta ke Kades tidak direspon, kemudian Holi cs berusaha menghentikan truk yang melintas di sana. Dari situ, mereka diberi Rp 3 juta oleh Kades, dan dua hari berikutnya dikasih Rp 2 juta. Berselang beberapa hari, ditagih lagi ke kades, diberikan Rp 2 juta.

"Totalnya Rp 7 juta dana yang diterima untuk kegiatan kepemudaan. Karena nominal tidak sama dengan apa yang disampaikan pengembang, mereka kembali menghentikan truk proyek yang melintas. Nah, ketika inilah mereka ditangkap polisi," kata M Ali Subhan, pembina Banser Kecamatan Buduran yang juga ikut dalam aksi di Kejari Sidoarjo.

Holi Cs ditangkap polisi pada 14 Maret 2018. Beberapa hari ditahan di Polsek, kondisinya drop dan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Porong. Setelah sembuh dan dibawa kembali ke tahanan, dia juga kembali mengeluh sakit.  Tanggal 28 Maret, Holi kembali dilarikan ke RSUD Sidoarjo. Dan tanggal 31 Maret, kader Ansor tersebut meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit. Waw