Jejak Awal Peradaban Islam Masuk ke Sidoarjo, Diyakini Mulai Dari Masjid Jami Al Abror Kauman


Jejak Awal Peradaban Islam Masuk ke Sidoarjo, Diyakini Mulai Dari Masjid Jami Al Abror Kauman MAKAM TUA - Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Pemkab Sidoarjo, Muhammad Wildan menunjukkan makam Sayyid Salim yang diyakini merupakan salah satu pendiri Masjid Jami’ Al Abror Kauman, Sidoarjo, Selasa (04/06/2024).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Menjamurnya rumah ibadah bagi umat muslim baik itu berupa masjid dan mushola serta pesantren di Kota Delta menunjukkan Islam menjadi agama mayoritas yang dianut warga Sidoarjo.

Berdasarkan datanya, sejak Tahun 2018 jumlah masjid yang ada di Sidoarjo mencapai 1.143 bangunan. Hal ini, belum termasuk bangunan musala (langgar) yang jumlahnya mencapai ribuan, tepatnya 4.492 musala (BPS 2018). Sedangkan jumlah pendidikan pesantren mencapai 98 pesantren yang tersebar di 18 kecamatan (BPS 2020). Sedangkan jumlah gereja ada 32 bangunan, Pura ada 4 bangunan dan Klenteng ada 2 bangunan (BPS 2018).

Selain itu, dari data BPS Tahun 2020 mencatat jumlah santri yang belajar di pondok pesantren di Kabupaten Sidoarjo total mencapai 14.992 santri. Santri ini tidak hanya berasal dari Sidoarjo saja. Akan tetapi juga banyak yang berasal dari luar kota, seperti Gresik, Pasuruan, Madura, Kediri dan kota-kota lainnya di Jawa Timur.

Pada abad 18 sampai 19 Sidoarjo mencapai puncak keemasannya dalam bidang pendidikan Islam. Sidoarjo menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, khususnya di Jawa Timur. Di zaman itu Sidoarjo dikenal sebagai kota santri. Sebab di era itu, banyak tokoh-tokoh penting seperti KH Hasyim Ashari pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tercatat pernah menjadi santri di salah satu pondok pesantren di Sidoarjo.

Mbah Hasyim (KH Hasyim Asy'ari) pernah mondok (nyantri) di Pesantren Sono, Kecamatan Buduran sebelum beliau kemudian melanjutkan perjalanan mondok di Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Selain Mbah Hasyim, yang pernah belajar mendalami Islam di Pesantren Sono Buduran diantaranya KH Abdul Karim (Mbah Manab) pendiri Pesantren Lirboyo Kediri, KH Djazuli Utsman Pendiri Pesantren Al Falah Ploso Kediri dan sejumlah ulama besar lainnya.

Kemudian mulai kapan Islam masuk di Bumi Jenggolo ini? Nama Jenggolo sudah mafhum dengan penyebutan Sidoarjo. Sebab masyarakat meyakini Kerajaan Jenggolo dulu itu pusatnya berada di wilayah Sidoarjo. Untuk memastikan kapan dan tahun berapa ajaran Islam mulai dikenalkan ke masyarakat Sidoarjo? Menjawab pertanyaan ini, tentunya membutuhkan penelitian yang didukung dengan alat bukti.

Mulai seperti prasasti atau peninggalan-peninggalan yang ada. Diantaranya seperti mencari keberadaan masjid-masjid tua atau prasasti lain yang mendukung bukti awal mula masuknya Islam ke Sidoarjo. Sebetulnya, nama Sidoarjo baru lahir pada 31 Januari 1859 dengan nama Sidokare yang kemudian nama itu diubah menjadi nama Sidoarjo.

Sebelum itu, Sidoarjo merupakan wilayah Surabaya dengan di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Menyusuri jejak Islam di Sidoarjo, daerah yang dikenal penghasil udang dan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan masuknya Islam ke Surabaya, yakni Ampel Denta. Dari koordinat itu perjalanan menyusuri jejak Islam kota Delta akan dimulai.

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Pemkab Sidoarjo, Muhammad Wildan mencoba membuka referensi yang dimiliki. Alumni jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu mengumpulkan sejumlah informasi maupun mencari bukti peninggalan - peninggalan yang ada di Sidoarjo. Salah satunya, adalah Masjid Jami’ Al Abror yang lokasinya berada di Kota Tua Kelurahan Kauman, Kecamatan Sidoarjo. Masjid yang diyakini warga sekitar berdiri tahun 1678 itu, dipercaya merupakan masjid paling tua di Sidoarjo.

Bukti ini berdasarkan ditemukannya angka tahun 1678 saat masjid ini direnovasi. Namun, pejabat yang akrab disapa Wildan ini masih belum sepenuhnya meyakini jika Masjid Jami’ Al Abror Kauman adalah masjid pertama dan paling tua di Sidoarjo.

"Kalau melihat perjalanan masuknya Islam ke Surabaya yang dibawa Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) yang buktikan dengan keberadaan bangunan Masjid Ampel dan makam Sunan Ampel di kawasan Ampel Denta. Masjid Ampel berdiri tahun 1421 masehi. Sedangkan Masjid Jami’ Al Abror Kauman berdiri tahun 1678 masehi. Ada selisih 257 tahun antara berdirinya Masjid Ampel dengan Masjid Jami’ Al Abror. Sedangkan Sidoarjo sendiri saat itu, termasuk kawasan Surabaya yang jaraknya tidak jauh dari kawasan Ampel Denta. Dari selisih 257 tahun itu masih ada kemungkinan ditemukannya masjid yang lebih tua dari Masjid Jami’ Al Abror Kauman Sidoarjo," ujar M Wildan kepada republikjatim.com, Selasa (04/04/2024).

Wildan yang sudah lama menekuni bidang sejarah dan budaya itu terdorong untuk menggali lebih jauh tentang perjalanan masuknya Islam di Kabupaten Sidoarjo. Menurutnya, terdapat hipotesis yang penting untuk disodorkan ke publik.

Pertama, apakah Islam masuk ke Sidoarjo sesudah atau sebelum Sunan Ampel datang ke Surabaya? Jika melihat situs Masjid yang paling tua saat ini adalah Masjid Sunan Ampel maka jawaban sementara adalah masuknya Islam ke Sidoarjo setelah kedatangan Sunan Ampel ke Ampel Denta Surabaya.

Kedua, lewat jalur mana Islam masuk ke Sidoarjo? Apakah lewat wilayah utara, yakni wilayah Kecamatan Taman yang berbatasan langsung dengan Surabaya ataukah lewat wilayah Kecamatan Tarik yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto? Mengingat Mojokerto adalah pusatnya kerajaan Majapahit yang sebelum Sunan Ampel datang ke Surabaya. Di Mojokerto sudah ada sesepuh Wali Songo yakni Syekh Jumadil Kubro yang makamnya berada di komplek Makam Troloyo, Trowulan. Ataukah Islam mulai masuk ke Sidoarjo langsung ke pusat kota melalui dakwah keturunan Nabi Muhammad SAW yang tinggal di kampung Kauman.

"Karena berdirinya Masjid Jami’ Al Abror di belakang Masjid itu ada makam tua dengan nama Sayyid Salim yang diyakini merupakan salah satu pendiri Masjid Jami’ Al Abror. Sedangkan sebutan sayyid merupakan penyebutan bagi keturunan Nabi Muhammad dari jalur Sayyidina Husain bin Ali," ungkapnya.

Untuk jawaban hipotesis yang kedua yakni jika melihat prasasti masjid yang paling tua di Sidoarjo saat ini yakni Masjid Jami’ Al Abror yang berdiri tahun 1678 masehi. Maka Islam masuk ke Sidoarjo langsung ke pusat kota yakni Kauman. Karena sampai saat ini belum dijumpai masjid lain di Sidoarjo yang usianya lebih tua dari Masjid Jami’ Al Abror.

"Saya kira ini yang akan kami telusuri. Jelas ini tidak mudah. Karena minimnya prasasti yang disertai dengan penanda seperti misalnya tertulis tahun atau semacamnya. Selain, mendatangi objek (situ-situs) seperti masjid-masjid tua dan makam - makam tua, yang akan kita lakukan mencari literasi serta wawancara langsung dengan sejumlah tokoh yang paham tentang sejarah Islam di nusantara. Khususnya, di kawasan Surabaya dan Gresik yang memiliki jejak Islam beririsan," tandas Wildan. Ary/Waw