Harjasda ke 164, Pejabat Sidoarjo Ziarah ke Makam Bupati RA Panji Djimat Tjokronegoro di Botoputih Surabaya


Harjasda ke 164, Pejabat Sidoarjo Ziarah ke Makam Bupati RA Panji Djimat Tjokronegoro di Botoputih Surabaya ZIARAH - Makam Bupati Sidoarjo R Adipati Panji Djimat Tjokronegoro II diziarahi pejabat Pemkab Sidoarjo yang dipimpin Pj Sekda Andjar Surjadianto dalam rangka Hari Jadi Sidoarjo (Harjasda) ke 164 Tahun 2023, Kamis (19/01/2023).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Bupati Sidoarjo ke 2 R Adipati Panji Djimat Tjokronegoro II dimakamkan di komplek makam Sentono Agung Botoputih (Batu Bata Putih) Surabaya. Bupati yang memerintah Kabupaten Sidoarjo pada Tahun 1863 sampai 1883 itu menjadi salah satu keturunan Sunan Botoputih.

Sunan Botoputih sendiri merupakan keturunan raja di Blambangan yang dikenal dengan nama Pangeran Kedawung (Sunan Tawangalun). Sunan Botoputih yang terlahir dengan nama Pangeran Lanang Dangiran wafat pada tahun 1638. Ia dimakamkan di kompleks makam Sentono Agung Botoputih di JL Pegiri'an Surabaya. Makam itu telah menjadi Cagar Budaya.

Makam Bupati Sidoarjo R Adipati Panji Djimat Tjokronegoro II diziarahi pejabat Pemkab Sidoarjo. Ziarah dipimpin Pj Sekda Sidoarjo Andjar Surjadianto. Ziarah ini dalam rangka memperingati Hari Jadi Sidoarjo (Harjasda) ke 164 Tahun 2023.

Ziarah yang menjadi agenda rutin peringatan hari jadi Kabupaten Sidoarjo kali ini dibagi empat tim. Empat tim itu menyebar untuk berziarah ke seluruh makam Bupati Sidoarjo.

Seperti tim satu yang dipimpin Pj Sekda yang mengawali ziarahnya ke Bupati R Ng Soeriadi Kertoprojo di Taman Makam Pahlawan (TMP) yang terletak di JL Taman Makam Pahlawan (TMP) Sidoarjo. Di TMP sekaligus dilakukan apel kehormatan kepada para pahlawan yang dimakamkan di tempat itu. Dari makam Bupati R Ng Soeriadi Kertoprojo yang menjabat tahun 1950 - 1958 itu, tim satu menuju ke makam Bupati RT TJokronegoro I yang berada di komplek Makam Asri Hing Pendhem belakang Masjid Agung Sidoarjo. Bupati RT TJokronegoro I memerintah Sidoarjo di era kolonial Belanda, mulai tahun 1859 - 1863. Disamping makam Tjokronegoro I juga dimakamkan Bupati Sidoarjo ke 3 yang bernama RT Soemodirejo yang menjabat hanya 3 bulan karena wafat tahun 1883.

Tujuan berikutnya ke makam Bupati Sidoarjo ke 4 dan 5 yakni RAAP Tjondronegoro I dan RAAP Tjondronegoro II yang terletak persis di Baratnya imam Masjid Agung Sidoarjo. Makam tersebut menjadi komplek makam keluarga Tjondronegoro. Masih dalam satu komplek makam, terdapat makam Bupati ke 8 yang bernama RAA Soejadi yang menjabat Tahun 1933 - 1947.

Kemudian rombongan bergeser ke komplek makam Reksa Pralaya yang bersebelahan dengan komplek makam Asri Hing Pendhem, komplek Masjid Agung Sidoarjo. Di makam Reksa Pralaya inilah Bupati Sidoarjo ke 12, Soewandi dimakamkan. Bupati Soewandi menjabat mulai tahun 1975 - 1985.

Selanjutnya, rombongan berangkat ke komplek makam Sentono Botoputih, Surabaya. Saat masuk ke komplek makam Sentono Agung Botoputih, rombongan disambut pengurus Paguyuban Keluarga Keturunan Pangeran Lanang Dangiran (Sunan Botoputih). Dalam sambutannya, Pembina Paguyuban, Subandi Santoso memberikan buku silsilah keturunan Pangeran Lanang Dangiran kepada Pj Sekda Sidoarjo, Andjar Surjadianto. Selain itu, juga diberikan kertas manila bertulisan silsilah Sunan Botoputih.

Sebelumnya, Subandi Santoso menceritakan panjang lebar siapa Pangeran Lanang Dangiran itu. Diceritakan awal mula Pangeran Lanang Dangiran bertempat tinggal di Surabaya. Cerita bermula dari Pangeran Lanang Dangiran (Sunan Botoputih) yang bertapa di laut dengan menghanyutkan dirinya di atas sebuah papan kayu yang digunakan sebagai alat penangkap ikan atau beronjong. Tapa tanpa makan atau minum itu membawanya hingga ke laut Jawa. Pada akhirnya gelombang besar melemparkan Pangeran Lanang Dangiran dengan beronjongnya di pantai dekat Sedayu dalam keadaan tidak pingsan karena berbulan-bulan tidak makan dan minum.

Sampai akhirnya, lanjut Subandi Santoso, tubuh Pangeran Lanang Dangiran ditemukan seorang kiai yang bernama Kiai Kendil Wesi yang kemudian merawatnya. Dalam ceritanya, Kiai Kendil Wesi juga menganggap Sunan Botoputih sebagai anaknya. Saat ditemukan, Pangeran Lanang Dangiran menceritakan asal-usulnya kepada Kiai Kendil Wesi. Dari cerita itu Kyai Kendil Wesi mengetahui jika Pangeran Lanang Dangiran satu keturunan dengannya dari raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi.

Menurutnya, saat ditemukan Kiai Kendil Wesi, seluruh badan Pangeran Lanang Dangiran ditempeli karang, keong serta kerang-kerang kecil (remis). Kondisi badannya saat itu seperti butiran jagung atau dalam bahasa Jawa disebut brondong.

"Oleh karenanya, Pangeran Lanang Dangiran juga dikenal dengan nama Kiai Brondong," ujar Subandi Santoso kepada republikjatim.com, Kamis (19/01/2023).

Pangeran Lanang Dangiran yang sudah memeluk agama Islam itu, lanjut Subandi diperintahkan Kiai Kendil Wesi untuk pergi ke Ampel Dento, Surabaya. Di sana Sunan Botoputih diminta menyebarkan ajaran Agama Islam yang telah diperoleh dari Kiai Kendil Wesi. Sunan Botoputih (Kiai Brondong) bersama istrinya dan beberapa anaknya menetap di Surabaya mulai Tahun 1595. Tempatnya diseberang Timur Kali Pegiri’an, dekat Ampel atau Dukuh Botoputih.

"Di tempat baru inilah Kiai Brondong mendapatkan kedudukan yang tinggi di mata masyarakat. Masyarakat banyak berguru kepadanya karena keluhuran budi Kiai Brondong atau Pangeran Lanang Dangiran (Sunan Botoputih). Wilayah yang dijadikan sebaran Islam oleh Sunan Botoputih sendiri mulai Pegiri'an hingga Kapasan serta ujung Utara Surabaya. Sunan Botoputih wafat pada Tahun 1638 atau dalam usia kurang lebih 70 tahun," ungkapnya.

Sementara itu tim dua berziarah ke makam Bupati HA Choedori Amir dipemakaman Islam Jetis, Kecamatan Sidoarjo. Tim ini juga berziarah ke makam Wakil Bupati Sidoarjo periode 2016-2021, Nur Ahmad Syaifuddin di makam Islam Desa Janti, Kecamatan Waru, Sidoarjo.

Sedangkan tim tiga menuju makam Bupati Kol Pol HR Soedarsono yang berada di TMP Suropati, Malang. Untuk tim empat menuju TPU Kecamatan Mojosari, Kecamatan Mojokerto. Di makam itu rombongan berziarah ke makam Bupati ke 10, R Samadikoen yang menjabat mulai Tahun 1969 - 1964. Hel/Waw