Gempur Rokok Ilegal, Pemkab Sidoarjo Bangun Kawasan Sentra Industri Pengolahan Hasil Tembakau


Gempur Rokok Ilegal, Pemkab Sidoarjo Bangun Kawasan Sentra Industri Pengolahan Hasil Tembakau KESEPAKATAN - Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dan Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jawa Timur 1, Padmoyo Tri Wikanto serta perwakilan pengusaha rokok Sidoarjo menyiapkan pusat produksi rokok bercukai di Sidoarjo, Selasa (24/08/2021).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Peredaran rokok ilegal berdasarkan data dari kantor Bea Cukai Wilayah Jawa Timur masih tinggi, sebesar 4,2 persen. Padahal, Kementerian Keuangan menarget dibawah 3 persen. Data itu, termasuk peredaran rokok ilegal yang diproduksi di Wilayah Jawa Timur, termasuk Sidoarjo.

Tingginya angka peredaran rokok tanpa pita cukai mengakibatkan kerugian negara. Total kerugian tax loss (kerugian pajak) dari cukai rokok mencapai Rp 5 triliun Tahun 2020. Besarnya kerugian itu akibat dari pengusaha rokok 'nakal' yang tidak mau mengurus izin usaha.

Dalam pertemuan antara Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) dan Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jawa Timur 1, Padmoyo Tri Wikanto serta perwakilan dari pengusaha rokok Sidoarjo muncul wacana, Pemkab Sidoarjo bakal mencari lahan yang akan dibangun menjadi kawasan pengolahan hasil tembakau. Kawasan ini nanti menjadi pusat produksi rokok bercukai di wilayah Sidoarjo dan langsung dalam pengawasan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur, Selasa (24/08/2021).

Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali melihat rencana itu cukup baik. Pada prinsipnya Bupati Sidoarjo menyetujui dengan rencana pembagunan kawasan terpadu pengolahan hasil tembakau.

"Asalkan mengedepankan win - win solution. Peralihan tempat produksi ini harus membawa keuntungan kedua belah pihak. Artinya, pengusaha untung, negara juga untung," ujar Gus Muhdlor.

Kakanwil Bea Cukai Jatim 1, Padmoyo Tri Wikanto membeberkan usulan rencana pembangunan kawasan terpadu menjadi sentra industri pengolahan hasil tembakau membutuhkan lahan sekitar 1 hektar. Nantinya, rokok yang keluar akan bercukai semua. Bahkan apa pun merk-nya.

"Kawasan itu mungkin bisa dibangun lima pabrik rokok dengan kapasitas produksi pita cukai masing masing maksimal300 juta batang per tahun. Adanya kawasan terpadu langsung dalam pengawasan bea dan cukai," tegas Tri Wikanto.

Wacana pembangunan kawasan sentra pengolahan hasil tembakau mendapat respon positif dari Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Apersid). Menurut Sekretaris Apersid, Muhammad Amin Wahyu Hidayat keberadaan industri rokok ilegal berdampak pada menurunnya penjualan usaha rokoknya. Amin Wahyu yang juga mewakili para pengusaha rokok Legal di Sidoarjo menuturkan, selama ini hasil produksi rokok mereka yang legal dipasarkan di luar Jawa. Penjualan turun drastis jika industri rokok ilegal menjual produknya di tempat yang sama.

"Peredaran rokok ilegal sangat berdampak pada penjualan rokok kami yang legal. Apalagi pemasarannya di daerah yang sama. Mayoritas hasil dari produksi rokok di Sidoarjo dijual ke luar Jawa," ungkap Amin Wahyu.

Mewakili para pengusaha rokok di Sidoarjo yang saat ini hanya tinggal 50-an perusahaan, turun drastis dari jumlah 215 perusahaan rokok di tahun 2005. Kata Wahyu banyak yang sudah gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan rokok ilegal alias rokok tanpa cukai.

"Banyak pekerja yang dirumahkan. Karena banyak pabrik yang gulung tikar. Bantuan dana dari bagi cukai dari pemerintah sangat membantu para pekerja. Dana itu dimanfaatkan untuk para karyawan," jelasnya.

Amin Wahyu dan kawan-kawan sesama pengusaha rokok mengapresiasi atas ketegasan pemerintah dalam memberantas rokok ilegal. Wacana pembangunan kawasan pengolahan hasil tembakau juga dinilai Imam Wahyu bisa menjadi solusi menekan peredaran dan produksi rokok ilegal di Sidoarjo.

"Tidak mudah melacak produksi rokok ilegal. Karena diproduksi di dalam rumah, makanya harus didukung pemerintah memberantas peredaran rokok ilegal," tandasnya. Hel/Waw