Dianggap Mandiri, Mendikbud Minta Smamita Tidak Masuk Sistem Zonasi


Dianggap Mandiri, Mendikbud Minta Smamita Tidak Masuk Sistem Zonasi RESMIKAN - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhajir Effendy meresmikan gedung baru Smamita berlantai 8 ditandai dengan penandatanganan prasasti yang dihadiri para pejabat Muhammadiyah di Sepanjang, Taman, Sidoarjo, Minggu (19/08/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhajir Effendy meminta SMA Muhammadiyah 1 Taman (Smanita), Sidoarjo tidak masuk dalam sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2019 mendatang. Alasannya, Smamita sudah menjadi sekolah swasta yang mandiri, kompetitif dan berhasil mencetak siswa yang berkarakter.

"Sistem zonasi untuk pemerataan siswa dan peserta didik. Termasuk mengikis label sekolah favorit. Meski demikian saya harap Smamita tidak masuk sistem zonasi. Karena sudah mandiri dan memiliki gedung representatif. Tinggal sarana dan prasarana dilengkapi termasuk mengupgrade guru yang harus selalu berinovasi," terang Muhajir Effendy kepada republikjatim.com, Minggu (19/08/2018) di sela acara Peresmian Gedung Baru Smamita, Milad 50 Tahun Smamita dan Milad Muhammadiyah 109 Tahun Hijriyah.

Lebih jauh, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menguraikan pihaknya meyakini jika Smamita berani membangun gedung 8 lantai senilai Rp 23 miliar lebih bukan tanpa resiko. Baginya, untuk bisa maju siapa pun harus berani mengambil resiko. Hal ini disebabkan di setiap sendi kehidupan selalu mengandung resiko.

"Jangan sampai setelah membangun gedung megah, sarana dan prasarana dilengkapi, gurunya terus berinovasi kena terak (tersapu) sistem zonasi tidak semakin maju. Karena saya meski orang Muhammadiyah tidak bisa memberikan bantuan untuk Smamita. Itu ada aturan, kreteria dan mekanisme yang diatur di Dirjen SMA/SMK," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini menegaskan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2017 mengatur pendidikan menjadi urusan pemerintah yang sangat terdesentralisasi. Untuk SMA/SMK ditangani pemerintah propinsi. Kemudian SMP dan SD ditangani pemerintah kabupaten. Akibatnya anggaran pendidikan naik dari Rp 440 triliun Tahun 2017, kini naik menjadi Rp 480 triliun. Akan tetapi anggaran Kemendikbud dikurangi dari Rp 40 triliun lebih jadi Rp 35 triliun lebih Tahun 2018 ini.

"Selisih Rp 5 triliunnya diberikan ke pemerintah propinsi dan kabupaten melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Baik DAK fisik maupun non fisik seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sekarang Kemendikbud tinggal membuat rencana strategis, membuat aturan dan mengawasinya saja," tegasnya.

Oleh karena itu, meski sudah mandiri, berkompeten dan memiliki daya saing, Smamita harus terus menerus mengembangkan materi pendidikannya. Hal ini agar bisa bersaing dengan SMA Negeri yang ada di sekitarnya.

"Smamita tidak boleh kalah bersaing dengan SMA Negeri, harus di atas SMA Negeri. Untuk Perpustakaan dan Laboratorium harus terkoneksi dengan Perpustakaan Nasional dan harus electronic library. Begitu juga para gurunya harus terus meningkatkan kemampuannya lewat pelatihan, pendidikan, dan akreditasi," pintahnya.

Sementara Kepala Smamita, Zainal Arif Fakhrudi menegaskan keberhasilan pembangunan Smamita tidak lepas dari dukungan para guru, siswa, wali murid, warga lingkungan sekitar serta PP dan PW Muhammadiyah. Meski banyak yang tanya soal pembangunan gedung megah sekolahnya, pihaknya memastikan gedung dibangun secara swadaya untuk meningkatkan sarana dan prasaran belajar siswa.

"Dengan gedung baru ini, kami berharap mencetak siswa dan siswi berkarakter, generasi berinovasi dan jadi generasi berkemajuan," pungkasnya. Waw