Budiman Sudjatmiko Atasi Kemiskinan Dengan Optimalisasi Data Terpadu dan Ubah Skema Subsidi serta Bansos

author republikjatim.com

republikjatim.com

Minggu, 24 Nov 2024 15:08 WIB

Budiman Sudjatmiko Atasi Kemiskinan Dengan Optimalisasi Data Terpadu dan Ubah Skema Subsidi serta Bansos

i

DATA - Sebagai upaya mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia, Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko berencana menyatukan data kemiskinan dalam rapat yang melibatkan beberapa kementerian, Jumat (22/11/2024).

Pacitan (republikjatim.com) - Dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko berencana mengkonsolidasikan data kemiskinan.


Dalam rapat koordinasi yang melibatkan 27 kementerian dan lembaga serta 154 program terkait, Jumat (22/11/2024), Budiman berharap proses integrasi data dapat selesai akhir Tahun 2024. Data ini akan dikelola Badan Pusat Statistik (BPS) dan akan digunakan untuk memandu kebijakan sosial dan program bantuan mulai Tahun 2025.


Inisiatif ini melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk PT PLN dan PT Pertamina, yang telah menyetor data mereka sejak awal November Tahun 2024.


"Dengan data yang lebih akurat dan terintegrasi, pemerintah berharap dapat mengurangi kesalahan sasaran dalam penyaluran bantuan sosial dan meningkatkan efektivitas intervensi," ujar Budiman Sujatmiko kepada republikjatim.com, Jumat (22/11/2024).


Budiman menekankan pentingnya belajar dari negara-negara lain yang berhasil dalam pengentasan kemiskinan. Misalnya China dan Brasil. Budiman juga menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik dan tidak hanya berfokus pada bantuan sosial. Akan tetapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat miskin produktif.


"Dengan tingkat kemiskinan ekstrem yang saat ini berada di angka 0,8 persen dan kemiskinan umum di 9 persen, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka ini secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan," ungkap Budiman yang juga mantan Aktivis 1998 ini.


Bagi Budiman melalui konsolidasi data ini, diharapkan program pengentasan kemiskinan dapat lebih tepat sasaran dan berkelanjutan. Langkah ini, juga menunjukkan tekad kuat pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara menyeluruh.


"Dengan memanfaatkan teknologi dan data sebagai alat utama dalam perumusan kebijakan yang lebih efektif dan efisien," tegasnya.


Berikut adalah beberapa fakta dan contoh kasus mengenai penerima subsidi pemerintah dan bantuan tunai yang tidak tepat sasaran di Indonesia.

Subsidi Listrik
Terdapat sekitar 10,6 juta masyarakat yang tidak berhak menerima subsidi listrik. Hal ini, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,2 triliun per bulan. Dari 33 juta penerima subsidi listrik, hanya 16,6 juta yang terdaftar sebagai masyarakat miskin.

ADVERTISEMENT

republikjatim.com vertical

SCROLL TO RESUME CONTENT


"Selain itu, sebanyak 866.060 penerima subsidi kategori 900 Va telah meninggal dunia atau memiliki lebih dari satu saluran listrik," paparnya.

Subsidi BBM
Sebanyak 86 persen dari konsumsi Pertalite dinikmati oleh 30 persen orang terkaya di Indonesia.


"Hal ini, menunjukkan subsidi BBM lebih banyak dinikmati kalangan yang tidak membutuhkan," ucapnya.

Subsidi Gas LPG 3 Kg
Sekitar 80 persen pengguna elpiji tabung melon adalah masyarakat mampu. Hal ini menunjukkan ketidaktepatan penyaluran subsidi.


"Pemerintah disarankan untuk mengubah skema penyaluran agar lebih tepat sasaran," pintanya.

Sedangkan bantuan tunai yang tidak tepat sasaran diantaranya

Bantuan Sosial (Bansos)
Menurut riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), sebanyak 49 pesen responden menilai bantuan sosial belum tepat sasaran. Bahkan, 60 persen menyatakan masih ada warga yang berhak tetapi belum mendapatkan bantuan itu.


"Misalnya kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan adanya penerima ganda dalam penyaluran bantuan sosial itu," jelasnya.

Program Raskin
Program Raskin (beras untuk rumah tangga miskin) mengalami ketidaktepatan sasaran. Misalnya, bantuan diberikan kepada rumah tangga yang tidak miskin. Akibatnya, rumah tangga miskin menerima beras jauh di bawah ketentuan
Bantuan Langsung Tunai (BLT).


"Ada sekitar 20 persen bantuan sosial di Indonesia tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan data yang tidak terupdate secara rutin dan kurangnya partisipasi dari komunitas desa atau kelurahan dalam proses verifikasi," pungkasnya. Ary/Waw

Editor : Redaksi

republikjatim.com horizontal