Warga Kedungrejo Jabon Tuntut  Ponpes Putri Ditutup


Warga Kedungrejo Jabon Tuntut  Ponpes Putri Ditutup DEMO - Ratusan warga Desa Kedungrejo, Kecamatan Jabon, Sidoarjo demo dan orasi di depan kantor Balai Desa menuntut pondok pesantren putri ditutup, Kamis (19/09/2019).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Ratusan warga Desa Kedungrejo, Kecamatan Jabon, Sidoarjo berbondong-bondong membawa poster dan sound system mendatangi kantor balai desa setempat, Kamis (19/09/2019). Ratusan warga ini demk menuntut ketegasan pemerintahan desa. Ini menyusul adanya dugaan pencabulan yang diduga dilakukan oknum pengasuh Pondok Pesantren Al Mubaroq, AR terhadap lima korban yang tak lain masih santrinya.

Kedatangan warga ini dijaga ketat anggota Polresta Sidoarjo dan Polsek Jabon serta Satpol PP Pemkab Sidoarjo. Warga menuntut penutupan pondok pesantren putri karena dianggap tidak layak beroperasi. Selain itu, Ponpes itu dinilai belum mengatongi izin dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sidoarjo.

Tak lama berorasi, perwakilan massa ditemui para pejabat pemerintahan desa dan Forkopimka Jabon untuk bermediasi. Dalam mediasi itu kedua bela pihak berlangsug alot dan diwarnai ketegangan.

Kapolsek Jabon AKP Sumono mengatakan pihaknya menunggu pengurusan perizinan dari Kemenag Sidoarjo. Baginya proses itu bakal makan waktu lama. Sebaliknya pemerintah akan mempermudah persoalan perizinan asal persyaratan terpenuhi. Soal proses hukum, sudah dilaporkan ke Polresta Sidoarjo.

"Mulai hari ini kegiatan pondok pesantren putri, operasionalnya ditutup. Tapi pengelola minta waktu sampai Minggu 22 September 2019 untuk proses evakuasi," katanya.

Selain itu, lanjut Sumono sebagai antisipasi berdasarkan hasil kespakatan, harus dipatuhi dan ditaaati bersama. Jika ditemui melanggar kesepakatan, maka bakal ada sanksi.

"Harapan kami, terutama Forkopimka Kecamatan, Kepala Desa Kedungrejo, Satpol PP dan Kemenag masalah ini bisa selesai dan tidak ada buntutnya lagi," pintahnya.

Kepala Desa Kedungrejo, Agus Baihaqi menjelaskan demo ini lantaran masyarakat tidak puas dengan hasil kesepakatan. Untuk pemerintah desa setiap kali ada kegiatan maupun forum dibuatkan berita acara. Baginya, demo itu tidak fokus pada persoalan maupun permasalahan yang ada di desa.

"Informasinya perkara itu sudah 4 tahun lalu. Sedangkan tahun-tahun ini muncul, karena ada kesepakatan yang tidak dipenuhi. Sehingga muncullah Tahun 2019 itu. Itu permasalahan 4 tahun lalu. Korbannya ada empat orang. Tiga orang sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Satu orang diproses di Polresta Sidoarjo," ungkapnya.

Lebih jauh, kata Agus Baihaqi, PPA Polresta Sidoarjo sudah memanggil bersangkutan AR. Saat ini umur korban sudah di atas 17 tahun (dewasa).

"Hanya satu korban yang menghendaki dilanjutkan ke proses hukum. Dua poin tuntutannya, selain penutupan pondok pesantren putri juga pernyataan permohonan maaf ke masyarakat," ungkapnya.

Bahkan soal denda hukum adat sudah direalisasikan. Terkait permasalahan penutupan sedang proses pembuatan perjanjian atau (surat pernyataan). Sementara uang sebesar Rp 26 juta dibelikan sirtu per dump truk seharga Rp 600.000 dikalikan 60. Masing-masing dusun menerima 10 dump truk karena jumlahnya 6 dusun.  

"Tuntutan warga hanya dua, sesuai kesepakatan. Satu soal hukum adat denda 60 dump truk diwujudkan uang. Kedua, penutupan pondok pesantren putri bukan keseluruhan, tapi bersifat sementara sampai ligalitas resmi keluar dari Kemenag. Tetapi tidak digubris pengelola pondok pesantren. Sehingga warga demo ini," tandasnya. K1/Waw