Tanah Turun, Pemkab Sidoarjo Libatkan Tim ITS Surabaya Tangani Banjir Kedungbanteng dan Banjarasri


Tanah Turun, Pemkab Sidoarjo Libatkan Tim ITS Surabaya Tangani Banjir Kedungbanteng dan Banjarasri PAPARAN - Pemkab Sidoarjo berupaya mengatasi banjir di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin dengan melibatkan tim Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya saat paparan di Pendopo Delta Wibawa, Senin (14/12/2020) sore.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Pemkab Sidoarjo terus berupaya mengatasi banjir di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Salah satunya dengan melibatkan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Tim kajian penanganan banjir kawasan Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin melaporkan hasil kajian itu kepada Pj Bupati Sidoarjo, Dr Hudiyono di pendopo Delta Wibawa, Senin (14/12/2020) sore.

Dalam laporan akhir itu, tim merekomendasikan penanganan yang berjenjang. Mulai jangka pendek, menengah hingga penanganan jangka panjang. Jangka pendek mulai dari alternatif pengurukan, pemompaan serta rumah panggung. Untuk jangka menengah, tim merekomendasikan penataan tata air drainase di wilayah itu. Kerjasama antar instansi (dinas) daerah harus dilakukan. Dinas terkait juga diminta melakukan kajian lebih mendalam dan luas serta komprehensif untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya antisipatif.

Sedangkan untuk jangka panjangnya, saluran Gedangrowo dan Kedungpeluk harus ditata kembali. Tidak hanya penataan pada saluran Kedungbanteng dan Banjarasri. Sistem alirannya maupun pintu airnya juga harus dilakukan penataan. Penataan ini berkaitan dengan kerjasama antar instansi daerah. Karena saluran Gedangrowo termasuk saluran irigasi yang bisa jadi kewenangan provinsi.

Pj Bupati Sidoarjo, Hudiyono mengatakan perhatian Pemkab Sidoarjo terhadap warganya yang mengalami kesusahan tidak ada henti-hentinya. Seperti yang dialami warga Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin yang wilayahnya tergenang air berbulan-bulan. Pemkab Sidoarjo sendiri menurunkan seluruh tim dalam penanganan genangan di dua desa itu.

"Mulai dari Pemkab Sidoarjo sendiri sampai pihak Polresta dan Kodim 0816 Sidoarjo terjun ke lapangan. Pemkab Sidoarjo juga melibatkan tim kajian dari ITS Surabaya serta Universitas Brawijaya. Kajian yang dibuat dua perguruan tinggi ini akan dipakai dasar dalam mengambil langkah deskresi kebijakan penanganan genangan di dua desa itu," ujarnya.

Hudiyono menjelaskan normalisasi sungai di desa itu sudah dilakukan. Alat berat diturunkan untuk melakukan pengerukan mulai dari Banjarpanji sampai Banjarasri. Namun hasilnya belum maksimal. Banyak sampah maupun enceng gondok yang menghambat normalisasi sungai itu.

"Kami melihat penyempitan sungai serta hulu sungai yang yang lebih rendah dari pembuangannya juga menjadi kendala. Pemkab Sidoarjo telah memasang pompa penyedot air. Tapi, hasilnya masih belum maksimal menekan ketinggian air. Kami tidak henti-hentinya merasa prihatin dengan mereka, kita sudah urug, bangun jalannya tapi masih ada yang banjir. Kalau lihat kasihan warga," ungkapnya.

Ketua Tim Kajian ITS Surabaya Amien Widodo menjelaskan beberapa tim diturunkan dalam penanganan genangan di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri. Diantaranya tim penurunan tanah, tim pemetaan dengan drone, tim hydrologi serta tim geofisika dan tim perencanaan wilayah kota. Tim itu nanti bakal melihat lebih jelas penyebab genangan. Kemudian akan dikeluarkan rekomendasi penanganan.

"Hasil kajiannya terdapat penuruan tanah di sebagaian wilayah yang tergenang. Bahkan di satu tempat ada penurunan tanah sampai 10 cm dalam waktu sebulan," paparnya.

Namun pengukuran tanah masih dilakukan dua kali. Butuh tiga kali pengukuran untuk memastikan jeda waktu terjadi penurunan tanah. Dikatakannya banyak faktor terjadinya penurunan tanah. Seperti pemompaan secara berlebihan dari Lapindo di sekitar wilayah itu. Namun dari laporan Kades Banjarpanji, saat ini aktifitas penyedotan air tanah sudah berhenti.

"Harusnya ada penambahan pengukuran sekali lagi. Agar kita bisa tahu rata-rata penurunannya atau penurunannya sudah berhenti atau belum," urainya.

Amien memastikan karakteristik tanah yang tergenang itu merupakan tanah lempung. Tanah jenuh air yang tidak dapat meresap air. Oleh karenanya pembuatan biopori tidak akan berguna. Lapisan tanah lempungnya pun menurutnya cukup tebal.

"Dengan kareteristik tanah seperti itu pembuatan tanggul tanah pun akan percuma. Tanah akan kembali longsor apabila tidak dibuatkan tanggul permanen dari semen. Dari hasil geolistrik itu kita tahu tanah itu tanah lempung," tandasnya. Hel/Waw