Ruang Isolasi di Tingkat Desa Bukan Tempat Merawat Pasien Covid-19


Ruang Isolasi di Tingkat Desa Bukan Tempat Merawat Pasien Covid-19 Tim Pendamping Profesional (TPP) P3MD Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA ID) Sidoarjo, Arif Hidayatulloh

Sidoarjo (republikjatim.com) - Menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Menteri Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Tim Pendamping Profesional (TPP) P3MD Sidoarjo memastikan Ruang Isolasi Covid-19 yang disediakan Relawan Desa Lawan Covid-19 bukan ruang perawatan pasien Covid-19. Ruang isolasi ini merupakan tempat singgah sementara bagi warga (pemudik/tamu/pendatang dari luar desa) dari zona merah yang akan tinggal dalam waktu yang relatif lama di desa kunjungan.

"Setiap tamu yang berkunjung singkat jangan dipaksa diisolasi 14 hari. Mereka cukup didata dan dipantau serta diminta untuk melakukan pembatasan diri," terang TPP P3MD Sidoarjo, Arif Hidayatulloh kepada republikjatim.com, Kamis (09/04/2020).

Arif menjelaskan Mendes PDTT menerbitkan SE Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa (PKTD). SE ini diterbitkan dalam rangka mencegah penyebaran virus Covid-19 mulai dari tingkat desa. SE itu ditujukan kepada Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Kepala Desa seluruh Indonesia. Dalam SE dijelaskan, surat diterbitkan sebagai acuan dalam pelaksanaan Desa Tanggap Covid-19 dan Pelaksanaan PKTD dengan Dana Desa.

"Selain itu SE juga menjelaskan pelaksanaan PKTD. Harapanya dapat memperkuat sendi-sendi ekonomi masyarkat desa yang terdampak Covid-19," imbuhnya.

Bagi Arif SE Mendes PDTT Nomor 8 Tahun 2020 ini menjadi acuan dalam pembentukan Relawan Desa Lawan Covid-19. Relawan Desa melibatkan berbagai pihak baik Pemerintah Desa, BPD, Bidan Desa, Bhabinsa, Bhabinkamtibmas dan unsur terkait lainnya. Tugas Relawan Desa Lawan Covid-19 yaitu penanganan terhadap warga desa yang terdampak Covid-19 dengan langkah-langkah preventif termasuk menyiapkan Ruang Isolasi di Desa bagi Orang Dalam Pengawasan (ODP).

"Relawan Desa Lawan Covid-19 dapat berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyediakan ruang isolasi bagi ODP. Misalnya fasilitas umum yang direkomendasikan Pemdes dan Puskesmas setempat," tegasnya.

Kendati demikian, kata Arif jika fasilitas dan infrastruktur untuk proses isolasi ODP ini sudah tersedia di Desa, maka keberadaannya harus dilengkapi sejumlah fasilitas yang memenuhi standar protokoler kesehatan.

"Misalnya Alat Pelindung Diri (APD) dan penglengkapan protokoler penanganan awal lainnya," paparnya.

Sementara Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar, Moch Saichu menegaskan pentingnya fasilitas rumah (ruang) isolasi desa ini. Alasannya, jika diketahui ada ODP di desa setempat kemudian dikarantina di rumahnya masing-masing perlu pertimbangan khusus bagi keluarga yang tinggal serumah.

"Sebenarnya kami (TPP P3MD) kasihan dengan kondisi keluarga ODP yang tinggal dalam satu rumah. Apalagi proses isolasinya dalam satu rumah dengan ODP. Dalam masa karantina (isolasi) mereka akan dipantau bidan desa sesuai protokol Covid-19 selama 14 hari dengan status ODP, bukan PDP. Kalau selama 14 hari tidak ada gejala ke arah positif Covid-19 maka ODP bisa langsung pulang ke rumah masing-masing," jelasnya.

Akan tetapi, lanjut Saichu, jika selama dalam pantauan di rumah atau ruang isolasi ODP terdapat gejala-gejala terpapar Covid-19 seperti pilek, flu, batuk, demam, suhu badan tidak stabil dan lainnya, maka akan ada tindakan medis lanjutan. Yakni tenaga medis terlatih seperti Bidan Desa bersama relawan secepatnya merekomendasi  ODP untuk dites kesehatan lebih mendalam ke Rumah Sakit Rujukan (RSR). Dikawatirkan menularkan virus kepada penghuni ruang (rumah isolasi) maupun petugas (relawan) yang kontak dengan ODP itu.

"Untuk biaya operasional Ruang Isolasi bisa dianggarkan dalam APBDes. Selama masa karantina (isolasi) keluarga ODP bisa mengirim makanan ransum setiap hari. Tapi kalau keluarga ODP termasuk Rumah Tangga Miskin (RTM) maka dapat dibantu dari APBDes (Dana Desa)," pungkasnya. Hel/Waw