PWI Sidoarjo Belajar Sejarah ke Monumen Pers Nasional Solo


PWI Sidoarjo Belajar Sejarah ke Monumen Pers Nasional Solo STUDI KOMPARATIF - Sebanyak 25 anggota PWI Sidoarjo menggelar Studi Komparatif ke Monumen Pers Nasional dan PWI Surakarta (Solo), Sabtu (01/12/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Sedikitnya 25 anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sidoarjo menggelar acara Studi Komparatif ke Solo dan Yogyakarta selama dua hari. Kegiatan ini untuk peningakatan kapasitas, wawasan dan kemampuan anggota organisasi kewartawanan tertua itu. Kegiatan ini diikuti wartawan media cetak, elektronik dan online yang menjadi anggota PWI Sidoarjo.

Dalam acara dua hari, mulai Sabtu (01/12/2018) hingga Minggu (02/12/2018) itu, rombongan mengunjungi sejumlah tempat. Diantaranya di Solo, anggota PWI Sidoarjo belajar sejarah dan manfaat Monumen Pers Nasional Surakarta (Solo). Selain itu, juga mengunjungi PWI Khusus Surakarta (Solo) yang membawahi 7 kabupaten/kota di sekitarnya. Sedangkan di daerah Istimewa Yogyakarta rombongan ini mengunjungi Keraton Ngayogyakarto dan museum Bank Indonesia (BI).

Ketua PWI Sidoarjo, Abdul Rouf mengatakan Surakarta menjadi kota tujuan studi komparatif karena memiliki berbagai keistimewanaan. Salah satunya karena di kota ini merupakan kota lahirnya organisasi pers terbesar dan tertua di Indonesia, yakni PWI.

"Tujuan kesini untuk mempelajari sejarah pers di Monumen Pers Nasional sekaligus belajar ke teman-teman PWI Surakarta, tentang organisasi dan sejarah lahirnya PWI," terangnya kepada republikjatim.com, Sabtu (01/12/2018).

Ketua PWI Khusus Surakarta, Anas Syahirul yang menyambut rombongan anggota PWI Sidoarjo ditemani dengan beberapa anggota PWI Khusus Surakarta dan pengelola Monumen Pers Nasional menguraikan Surakarta yang sering disebut Solo memang menjadi kota istimewa bagi insan pers. Selain sebagai Kota lahirnya PWI juga ada arsip-arsip berita sejak belum lahirnya PWI yang dikelolah Monumen Pers Naaional.

"Di kota kami ini, PWI dilahirkan. Karena itu, PWI Khusus Surakarta memiliki keistimewaan dan tanggung jawab tersendiri untuk menjaga marwah Persatuan Wartawan Indonesia," paparnya.

Sementara pengelolah Monumen Pers Nasional Surakarta, Abdul Ghofar menegaskan bakal tetap berusaha mempertahankan berita-berita media terutama koran melalui proses digitalisasi. Oleh karenanya, saat ada yang berkunjung ke Monumen Pers Nasional meminta berita Penjebar Semangat Tahun 1937 silam masih terarsip dengan baik. Termasuk peralatan liputan dan media radio tertua di Indonesia.

"Akan kami kembangkan proses digitalisasi itu. Karena semua bisa diakses lewat elektronik paper. Semua yang butuh dokumen berita akan kami upayakan bisa ditemukan disini asalkan ingat tahun terbitnya," pungkas pegawai Kementerian Infokom RI ini. Waw