Legenda Sarip Tambakoso, Pejuang Sidoarjo yang Sempat Jadi Buruan VOC Karena Membela Rakyat Tertindas


Legenda Sarip Tambakoso, Pejuang Sidoarjo yang Sempat Jadi Buruan VOC Karena Membela Rakyat Tertindas MAKAM - Keturunan ke delapan Sarip Tambakoso, Kosim menunjukkan keberadaan makam Mbok Sarip (Ibu dari Sarip) yang berada di komplek makam keluarga Kiai Mas Ubaidillah, Desa Tambaksumur, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Minggu (24/07/2022).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Mengenal Sidoarjo, rasanya tak lengkap jika hanya urusan kuliner saja. Kota yang memiliki identitas lain sebagai kota udang dan bandeng ini menyimpan sejarah para pejuang.

Jauh sebelum era kemerdekaan, yakni di era VOC menguasai perdagangan dan menduduki negeri ini, sekitar abad ke 17 ada salah satu tokoh yang berani melawan VOC. Tokoh itu hingga kini menjadi catatan legenda Sidoarjo. Dia adalah Sarip Tambakoso.

Cerita rakyat hakekatnya menjadi hikayat bagi generasi penerus. Perjalanan hidupnya, sering dipakai sebagai lakon pentas drama ludruk Jawa Timuran. Kehidupan Sarip dipenuhi dengan misteri. Bahkan, cerita kesaktiannya melegenda bagi masyarakat Sidoarjo dan Jawa Timur. Di akhir hayatnya pun dipenuhi dengan misteri. Hingga kini, tidak ada yang mengetahui dengan pasti dimana jenazah tokoh asal Desa Tambakrejo, Kecamatan Waru itu dimakamkan.

Mendengar cerita dari Kosim yang tak lain keturunan Sarip yang ke delapan. Yang diketahui hanya bekas tanah yang dulu menjadi tempat tinggal Sarip dan Mboknya (Ibunya).

"Konon, kesaktian Sarip ini terletak pada mbok (ibu)-nya ini," ujar Kosim dengan ramah, Minggu (24/07/2022).

Pria kelahiran 1960 yang berprofesi sebagai penggali makam ini hanya dapat pesan singkat dari Sholeh, ayahnya. Ia diminta menyimpan gaman (senjata) berupa Tombak dan Sabit milik Sarip Tambakoso. Kosim diminta untuk menyimpan kedua benda itu dengan baik. Peninggalan lain yang didapat Kosim adalah keberadaan makam Mbok Sarip (Ibu Sarip). Makamnya berada di komplek makam keluarga Kiai Mas Ubaidillah, Desa Tambaksumur, Kecamatan Waru. Ia sendiri sudah sering berziarah ke makam itu.

"Sarip sebenarnya orang Desa Tambakrejo. Tapi lebih dikenal dengan Sarip Tambakoso. Ini ada ceritanya," ungkap Kosim.

Waktu itu (zaman VOC), Lurah dan Carik (Sekretaris Desa) Tambakoso dianggap Sarip anteknya Belanda. Pada era itu masyarakat mengalami hidup serba sulit. Bahkan, untuk makan saja susah. Apalagi dimintai pajak oleh pemerintah VOC (Belanda). Dari sini kemudian Sarip melawan. Salah satu korbannya adalah Lurah Tambakoso dan Carik Tambakoso itu.

"Keberanian Sarip yang berpihak dan membela rakyat kecil membuat VOC gerah. Selain dianggap pembuat onar dan menghasut rakyat untuk melawan VOC, keberadaan Sarip menjadi pengganggu bagi kelancaran bisnis perdagangan VOC di kala itu," tegasnya.

Mulailah, VOC menetapkan Sarip jadi buruan utama Belanda. Berbagai cara dilakukan untuk melenyapkan Sarip. Mulai dari cara kasar sampai dengan cara fitnah. Mengadu domba sesama rakyat. Tidak sedikit, mereka yang terhasut dari propaganda VOC. Dengan iming-iming uang dan jabatan. Bahkan, VOC minta kepala Sarip dipenggal.

"Akhirnya, banyak pendekar yang memilih uang dan jabatan yang diiming-imingi VOC. Salah satunya adalah Lurah Tambakoso yang akhirnya kemudian berakhir kalah melawan Sarip," urainya.

Banyak cerita kesaktian Sarip yang hingga kini masih diyakini sebagian masyarakat sekitar Tambakrejo. Salah satunya adalah keberadaan Sawah Gundul. Sawah yang letaknya antara Desa Tambakoso dan Desa Tambaksumur itu hingga kini tidak bisa ditanami alias Gundul.

"Dari cerita yang berkembang, di titik sawah gundul itu ada Jimat (senjata) Sarip berupa besi kuning yang dikubur Sarip Tambakoso," paparnya.

Sementara Budayawan sekaligus Birokrat yang menjabat Plt Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik, Dinas Kominfo Pemkab Sidoarjo, M Wildan menilai sejarah para tokoh pejuang memiliki tempat istimewa di tengah-tengah masyarakat. Meski kemudian tokoh itu kalah dan meninggal dihukum VOC.

"Dalam perang Sabil (Fi Sabilillah) misalnya, kita mengenal Pangeran Diponegoro yang membela rakyat dari penindasan VOC. Di Sidoarjo ini kita memiliki Sarip yang menjadi pelindung rakyat kecil," jelas alumni Filsafat UGM Yogyakarta ini.

Oleh karenanya, lanjut Wildan, legenda Sarip ini tidak boleh dilupakan. Sarip adalah pahlawan bagi rakyat. Ia adalah representasi manusia yang berjuang dan memikirkan nasib orang-orang tidak mampu. Bahkan dengan mengorbankan nyawanya sendiri.

"Banyak yang bisa digali dari jejak Sarip. Selain keberaniannya melawan tirani VOC, ada yang orang jarang mengungkap. Yakni sikap dermawannya kepada rakyat. Ini nanti bisa digali lagi," ungkap Wildan.

Masih menurut Wildan, makam Sarip sendiri tidak ada yang tahu pasti. Dari cerita yang diyakini masyarakat, jasad (jenazah) Sarip dimakamkan secara terpisah. Hal itu dilakukan VOC karena mereka takut Sarip akan hidup lagi.

"Ada yang mengatakan makamnya di Desa Tambakrejo, Tambaksumur dan juga sekitar wilayah Buduran. Tapi, tidak ada yang tahu persis keberadaan makamnya. Hanya saja masyarakat meyakini dari cerita-cerita dulu. Tapi ada juga yang mengatakan kalau Sarip dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Lemahputro, Kecamatan Sidoarjo," pungkasnya. Hel/Waw