Kirim Proposal ke Dinas Pertanian, Petani Sebani Keluhkan Mesin Panen Padi dan Pengurangan Jatah Pupuk Bersubsidi


Kirim Proposal ke Dinas Pertanian, Petani Sebani Keluhkan Mesin Panen Padi dan Pengurangan Jatah Pupuk Bersubsidi PENGAJUAN - Ketua Gapoktan Sebani Jaya Ratno menyerahkan proposal pengajuan alat mesin panen padi kepada Kades Sebani, Krustiyanto untuk diberikan ke Dinas Pangan dan Pertanian Pemkab Sidoarjo, Kamis (03/06/2021).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Para petani di sejumlah daerah mengeluhkan sulitnya tenaga kerja (buruh panen) saat memasuki masa panen. Selain itu, petani juga kesulitan mendapat jatah pembelian pupuk non subsidi jika ingin menebus jatah pupuk subsidi.

Saat ini, para petani menginginkan mesin panen padi dan jatah pupuk bersubsidi yang dikembalikan, bukan malah dikurangi. Keluhan itu juga dirasakan dan dialami para petani di Desa Sebani, Kecamatan Tarik, Sidoarjo.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebani Jaya Ratno mengatakan selama ini dirinya dan petani lainnya selalu kesulitan dalam mencari tenaga kerja setiap masa panen. Karena itu, dirinya mengajukan proposal untuk alat mesin panen padi modern itu.

"Sekarang di desa kami tenaga panen padi tinggal 2 grup saja. Jumlahnya untuk satu grup 4 sampai 5 orang. Untuk panen satu bidang sawah saja, biasanya tenaga kerja 4 sampai 5 orang itu butuh waktu seharian karena faktor tekstur tanahnya yang ambles," ujar Ratno kepada republikjatim.com, Kamis (03/06/2021) di sela penyerahan proposal.

Ratno menjelaskan ketika petani panen menggunakan mesin panen padi modern, satu hari bisa 10 bidang sawah yang bisa dikerjakan dan diselesaikan. Bahkan hal itu sudah dicoba bersama para petani lain di Desa Sebani.

"Malah bisa lebih dari 10 bidang. Kami mencoba mulai jam sembilan pagi sampai Maghrib, mesin panen itu bisa menyelesaikan 16 bidang sawah," ungkapnya.

Selama ini, lanjut Ratno dirinya dan petani lainnya hanya bisa menyewa alat mesin panen padi dari luar desanya. Untuk ongkos per bidang mencapai Rp 350.000 sampai Rp 400.000 saat musim penghujan. Sedangkan saat musim kemarau Rp 250.000 sampai Rp 350.000 per bidang lahan.

"Kalau proposal mesin panen padi modern ini bisa terealisasi, para petani justru merasa senang. Karena mesin itu didambakan selama ini bisa terwujud. Apalagi, saat petani punya alat mesin panen padi sendiri, otomatis biaya operasional akan turun," tegasnya.

Sementara Kades Sebani, Krustiyanto mengakui keluhan petani itu. Menurutnya di desanya sangat minim tenaga panen maupun tenaga penggarap lahan sawah. Baginya, petani pun berkeinginan bekerja cepat dengan dibantu kemajuan teknologi permesinan itu.

"Kami (Pemdes Sebani) berusaha mengubah sejak saya diamanahi warga terpilih menjadi kepala desa. Salah satu perubahannya di sektor pertanian. Yakni menampung aspirasi dan keluhan para petani yang menginginkan alat mesin panen padi modern itu. Besok kami akan mengajukan proposal petani itu ke Dinas Pangan dan Pertanian Pemkab Sidoarjo agar bisa mendapat bantuan alat mesin panen padi modern dari Pemkab Sidoarjo," paparnya.

Selain itu, kata Krustiyanto soal jatah pupuk para petani, bukan hanya dikeluhkan petani asal Desa Sebani saja. Bahkan pengurangan jatah pupuk bersubsidi itu dirasakan semua petani di wilayah Kecamatan Tarik merata.

"Kami berharap dikembalikan tupoksi dan jatah yang telah diberikan seperti sebelumnya. Misalkan dulu satu orang diberi satu dua sak pupuk kalau bisa dikembalikan sebagaimana mestinya itu. Jangan sampai jatah pupuk dikurangi lagi. Karena akan membebani para petani. Apalagi membeli pupuk non subsidi harganya sangat tinggi (melangit)," tandas bapak tiga anak. Zak/Hel/Waw