Kesaksian Anton Dianggap JPU Tidak Jujur, 5 Dewan Keterangan Plin Plan


Kesaksian Anton Dianggap JPU Tidak Jujur, 5 Dewan Keterangan Plin Plan SAKSI - Jaksa Penuntut Umum (JPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memintai keterangan 7 saksi termasuk Walikota Malang, M Anton dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jawa Timur di Juanda, Sidoarjo, Selasa (27/02/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Walikota Malang, M Anton menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi uang suap untuk DPRD Kota Malang senilai Rp 700 juta dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Pembangunan (PUPPB) Pemkot Malang, Djarot Edy Sulistyono, Selasa (27/02/2018) malam. Dalam sidang pemeriksaan saksi itu, selain M Anton juga ada 5 anggota DPRD Kota Malang dan seorang pejabat Dinas PUPPB Pemkot Malang.

Kelima saksi dari anggota DPRD Kota Malang itu diantaranya Heri Puji Utami (Komisi D), Abdurrahman, Yakud, Sahrowi, dan Sugeng. Selain itu, ada saksi pejabat Dinas PUPPB Pemkot Malang, Rahmad. Sayangnya keterangan ketujuh saksi itu, dinilai tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jujur. Bahkan Ketua Majelis Hakim, Unggul Warso Mukti sempat memarahi saksi Yakud untuk tidak main-main dan serius saat memberikan keterangan dalam persidangan. Begitu juga saksi Abdurrahman yang disemprot Unggul soal pernyataan politisi munafik.

Rata-rata ketujuh saksi tidak mengetahui adanya aliran dana Rp 700 juta yang diterima tersangka Ketua DPRD Kota Malang, Moch Arief Wicaksono yang dibagikan ke anggota masing-masing Rp 12,5 juta, Ketua Fraksi Rp 15 juta dan unsur pimpinan Rp 20 juta. Namun setelah diputarkan isi rekaman telepon (phone record) mulai antara Yakud dan M Anton, Abddurrahman dan Moch Arif Wicaksono serta Heri Puji Utami dengan Moch Arief Wicaksono tampak para saksi itu kebingungan dan belepotan memberikan keterangan. Bahkan tim JPU KPK menilai keterangan kebanyakan tidak jujur dan plin plan lantaran tak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan rekaman percakapan telepon.

"Saya minta saksi Anton, Yakud, Heri, Abdurrahman jujur memberikan keterangan. Jangan keterangan tak sama dengan BAP dan rekaman percakapan telepon," pintah JPU KPK, Arif Suherman di tengah persidangan di ruang Candra.

Karena rata-rata keterangan banyak yang tak sesuai, Arif dan JPU KPK terus mencerca berbagai pertanyaan ke para saksi. Bahkan isu adanya aliran dana untuk memperlancar Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Pemkot Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 santer di dengar. Namun seluruh saksi mengaku tidak mengetahuinya.

"Tak bicara uang tapi dianggap pembagian tak adil oleh saksi Abdurrahman. Tak bicara soal penanganan sampah, jembatan dan uang tapi Pak Anton takut P-APBD tak digedok mala ada permintaan aneh-aneh dan sempat ngaku dipress Arief dan Prapto. Saksi Yakud tak bicara uang tapi bilang anak-anak (dewan) suka marah kalau tak punya uang (duit)," ungkapnya.

Oleh karenanya, dalam pertanyaan tim JPU sempat disela Ketua Majelis Hakim, Unggul Warso Mukti.

"Anda (Abdurrahman) ini seorang anggota dewan. Jangan bicara bercanda dipersidangan dan jangan ngomong munafik. Itu sama saja merendahkan diri Anda dan anggota dewan lainnya. Beri keterangan sesuai fakta dan plin-plan," tegas Unggul.

Hal yang sama disampaikan Unggul ke saksi, Yakud. Majelis Hakim menilai tidak ada unsur bercanda dalam memberikan keterangan di persidangan.

"Jawab pertanyaan JPU itu. Soal uang atau soal apa saat telepon. Jangan jawab soal rumor dan guyonan dewan saja," jelasnya.

Sementara itu, terdakwa Djarot Edy Sulistyono menilai keterangan para saksi ada yang benar dan banyak yang tidak benar. Terutama keterangan saksi Rahman yang sempat menghadapnya di kantor dan rumah hendak mengembalikan uang pembagian itu tapi tidak ada ujungnya.

"Yang benar itu Sekda meminta disiapkan uang Rp 900 juta. Yang Rp 200 juta untuk kepentingan lain sisanya Rp 700 juta untuk dewan memperlancar P-APBD yang tak kunjung didok (setujui) itu," tandasnya.

Namun saksi Rahman tetap menolak dan mengaku tidak tahu menahu soal uang untuk DPRD Kota Malang itu. Waw