Kanwil DJP Jatim II Sosialisasi Insentif PPN Ditanggung Pemerintah Bersama DPD REI Jatim


Kanwil DJP Jatim II Sosialisasi Insentif PPN Ditanggung Pemerintah Bersama DPD REI Jatim SOSIALISASI - Kanwil DJP Jatim II menggelar sosialisasi secara daring dengan Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengusaha Real Estate Indonesia (DPD REI) Jatim soal intensif PPN DTP, Kamis (07/12/2023).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur II menggelar sosialisasi secara daring dengan Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengusaha Real Estate Indonesia (DPD REI) Jawa Timur, Kamis (07/12/2023).

Sosialisasi ini berkaitan dengan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak Rp 5 miliar. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2023 yang mulai berlaku tanggal 1 November 2023 kemarin.

Kepala Kanwil DJP Jatim II, Agustin Vita Avantin yang diwakili Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jatim II, Heru Susilo mengatakan tujuan pemberlakuan kebijakan ini untuk mendorong daya beli masyarakat terhadap properti. Sekaligus untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional dalam dinamika perekonomian global.

"Industri properti ini salah satu industri yang memiliki multiplier effect yang besar. Kontribusi terhadap PDB sebesar 14 -16 persen dan kontribusi terhadap penerimaan pajak 9,3 persen atau sebesar Rp185 triliun per tahun. Kami berharap melalui insentif ini terjadi peningkatan aktivitas industri properti yang akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi terkait lainnya," ujar Heru Susilo kepada republikjatim.com, Kamis (07/12/2023).

Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jatim II sebagai pemateri menjelaskan PPN DTP diberikan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) maksimal Rp 2 miliar merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp 5 miliar. Berdasarkan pasal 7 PMK ini, PPN DTP yang diberikan terbagi atas dua periode.

"Untuk penyerahan rumah periode 1 November 2023 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 100 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk penyerahan periode 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50 persen dari DPP," imbuhnya.

Selain itu, kebijakan ini dapat dimanfaatkan setiap satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, insentif ini hanya diberikan atas penyerahan rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru yang mendapatkan kode identitas rumah dari aplikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.

"Sebagai pengingat PPN adalah pajak yang dikenakan diantaranya atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)," katanya.

Sedangkan mekanisme alur pemungutannya pertama PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 11 persen dari harga jual atau penggantian dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang akan di setorkan ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi. Kedua, jika pembeli BKP/JKP berstatus Pemungut PPN, PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh pemungut PPN itu.

"Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (11 persen) disetor langsung ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi," ungkapnya.

Ketiga, PKP penjual mempunyai Pajak Masukan dari pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN dan merupakan PPN di bayar dimuka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli itu berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. Keempat , jika jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.

"Sebaliknya, kalau jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih itu dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya atau dapat dimintakan restitusi," urainya.

Sementara kelima, PKP wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia menganut prinsip Self Assessment System.

"Yakni memberikan wewenang kepada Wajib Pajak dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya secara mandiri," pungkasnya. Hel/Waw