BPD Persoalkan SK Bupati Sidoarjo Soal Tunjangan dari Rp 900.000 Jadi Rp 500.000


BPD Persoalkan SK Bupati Sidoarjo Soal Tunjangan dari Rp 900.000 Jadi Rp 500.000 HEARING - Komisi A DPRD Sidoarjo menggekar hearing dengan Forum Komunikasi BPD, FKKD, Dinas BPMP3KB, inspektorat, dan Kabag Hukum terkait tunjangan BPD dari SK pertama Rp 900.000 turun menjadi Rp 500.000, Kamis (25/01/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Forum Komunikasi Badan Permusyawaratan Desa (FKBPD) Kabupaten Sidoarjo mempersoalkan Surat Keputusan (SK) Bupati Sidoarjo No 530 tentang Tunjangan BPD. Jika awalnya dalam SK pertama ini BPD mendapatkan tunjangan Rp 900.000 per bulan, akan tetapi dalam SK kedua turun menjadi Rp 700.000 serta Surat Edaran (SE) terakhir justru turun menjadi Rp 500.000 per bulan.

Oleh karenanya, untuk persoalan tunjangan BPD yang dinilai inkonsisten dengan keluarnya SK dan SE Bupati Sidoarjo yang berubah-ubah ini, Komisi A DPRD Sidoarjo menggelar hearing, Kamis (25/01/2018). Dalam hearing ini Komisi A DPRD Sidoarjo mengundang pengurua FKBPD, pengurus Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Keluarga Berencana (PMDP3KB) serta Inspektorat dan Bagian Hukum Pemkab Sidoarjo.

Hasilnya Komisi A DPRD Sidoarjo merekomendasikan agar tunjangan tetap mengacu pada SK Pertama yakni Rp 900.000 per bulan. Solusinya yakni tetap bakal dibahas dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Tahun 2018.

"Rekomendasi ini bakal dibahas lebih lanjut dengan Dinas PMDP3KB serta Bupati Sidoarjo. Bisa jadi kalau disetujui direalisasikan lewat rapelan paska PAK," terang pimpinan Hearing, Saiful Maali yang juga Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo ini kepada republikjatim.com, Kamis (25/01/2018).

Atas rekomendasi itu, Ketua FKBPD Sidoarjo, Sigit Setiawan mengaku merasa terakomodir kepentingannya. Menurutnya, yang dipersoalkan BPD itu bukan soal nilai itu. Akan tetapi soal masalah prosentase 70 persen untuk pembangunan dan 30 persen untuk operasional. Baginya tidak semua oranv memahami penjabaran dalam APBDes itu.

"Tunjangan Rp 900.000 itu kan produk hukum. Masak belum direalisasikan direvisi berkali-kali. Ini artinya mengadu domba BPD dan Kades. Padahal desa itu APBDesnya bergantung BPD dan Kades. Kedua elemen desa ini harus bersinergi," ungkapnya.

Sementara Kepala Dinas BPDP3KB, M Ali Imron menegaskan perubahan itu merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keungan (PMK) yang juklaknya kerap berubah-ubah. Kondisi ini memicu daro 342 desa baru sekitar 27 desa yang selesai penyusunan APBDesnya terumata di Kecamatan Sukodono selesai 100 persen.

"Jadi tunjangan itu tak perlu dipersoalkan. Karena memang ada batas minimal Rp 500.000 dan maksimal Rp 900.000 itu. Ini kan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing desa," pungkasnya. Waw