BHS - Taufiq Siap Bantu Peralatan Teknologi Pertanian Asal Tidak Mematikan Buruh Tani


BHS - Taufiq Siap Bantu Peralatan Teknologi Pertanian Asal Tidak Mematikan Buruh Tani DIALOG - Cabup Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono (BHS) berdialog dengan para petani dan Gapoktan Dewi Sri Desa Bohar, Kecamatan Taman, Sidoarjo soal beberapa kendala yang dihadapi para petani Sidoarjo saat musim tanam dan paska panen, Sabtu (14/11/2020).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono dan M Taufiqulbar (BHS - Taufiq) yang bakal bertarung dalam Pilkada Sidoarjo 9 Desember 2020 bertemu dengan para petani Desa Bohar, Kecamatan Taman, Sidoarjo, Sabtu (14/11/2020). Dalam pertemuan itu, petani berharap agar saat BHS - Taufiq memimpin Sidoarjo mau memberikan alat-alat pertanian modern.

Hal ini, disebabkan semakin menurunnya jumlah buruh tani. Baik untuk kelompok buruh tanam maupun buruh panen.

Ketua Gapoktan Dewi Sri Desa Bohar, Mashuda Ansori mengatakan jika lahan pertanian produktif di desanya ada sekitar 47 hektar. Sedangkan jumlah petaninya pemilik lahan mencapai 85 orang dengan jumlah buruh tani sekitar 15 orang. Untuk mempertahankan hasil panen dengan hasil 8 - 9 ton per hektar mulai menggunakan alat-alat modern pertanian. Diantaranya saat panen akan menggunakan mesin panen combine. Sedangkan untuk tanam menggunakan mesin tanam padi transplanter.

"Kalau pakai alat pertanian modern jelas akan lebih hemat biaya. Apalagi, sekarang tenaga buruh tani berkurang. Untuk menanam padi kita biasanya menggunakan buruh tani dari luar daerah. Makanya petani harus berani memanfaatkan teknologi pertanian sesuai perkembangan jaman. Saya menanam pakai mesin tanam padi transplanter. Biayanya lebih murah dan cepat. Itu sudah saya praktik dan ujicobakan," ujar Ketua Gapoktan Dwi Sri, Mashuda Ansori kepada republikjatim.com, Sabtu (14/11/2020).

Bagi Mashuda, yang dialami Gapoktan selama ini belum bisa menikmati masa panen 3 kali setahun. Akan tetapi baru bisa 2,5 kali setahun. Hal ini, selain karena pengurangan jatah pupuk bersubsidi juga terkadang adanya serangan hama penggerek padi. Meski petani menyiapkan dengan membuat rumah burung hantu, akan tetapi jumlahnya masih sangat terbatas lantaran menggunakan biaya swadaya petani.

"Karena itu, saat Pak BHS jadi bupati, kami harap ada bantuan alat-alat pertanian modern agar bisa meningkatkan produksi setiap masa panen. Kalau sewa Combine saat panen petani dikenai biaya Rp 500.000 sampai Rp 800.000 sekali panen," pintahnya.

Sementara menanggapi keluhan petani ini, Cabup Sidoarjo, BHS mengapresiasi upaya para anggota Gapoktan Dewi Sri. Alasannya, dalam satu hektar petani Bohar masih menghasilkan sekitar 8 sampai 9 ton. Padahal, di lahan pertanian lain di Sidoarjo, rata-rata hanya menghasilkan Rp 5 - 6 ton per hektar.

"Hasil panen 8 - 9 ton per hektar ini sangat luar biasa. Petani Bohar layak menjadi percontohan dan ilmunya dapat ditularkan ke petani desa lainnya. Meski kendalanya, petani Bohar belum bisa panen 3 kali setahun, akan tetapi baru bisa 2,5 kali setahun. Kami akan fasilitasi dan dampingi agar bisa 3 kali panen. Apalagi bibit padi varietas 42 itu dalam 3 bulan sudah bisa panen. Harusnya petani bisa panen 3 kali setahun," tegasnya.

Persoalan lain yang dihadapi petani Bohar, kata BHS yang tak lain mantan anggota DPR RI ini, pupuk bersubsidi mulai Tahun 2021 bakal tinggal separoh. Menurutnya jika jatah pupuk bersubdisi dari pemerintah pusat berkurang drastis maka pemerintah daerah harus menyikapinya. Yakni dengan menyiapkan bantuan pupuk bersubsidi atau mengambilalih bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan petani.

"Saat Indonesia getol-getolnya menaikkan hasil panen untuk ketahanan pangan. Maka petani yang hasil panennya maksimal seperti petani Bohar dipertahankan. Petani tidak boleh dibebani dan subsidi pupuknya tak selayaknya dikurangi agar hasil panen bertambah," paparnya.

Sementara soal alat pertanian modern dan memanfaatkan teknologi pertanian, BHS yang juga alumni ITS Surabaya ini mengaku siap memberikan bantuan perlatan pertanian. Hal itu, akan diusulkan ke DPRD Sidoarjo. Dengan pertimbangan agar hasil pertanian produktifitasnya semakin tinggi.

"Syaratnya teknologi pertanian baru tidak boleh mematikan dan menurunkab jumlah buruh tani. Karena di Sidoarjo masih ada buruh tani. Mereka akan kami data untuk mempertahankan buruh tani tetap eksis dan mempertahankan budaya bertani. Sekaligus dipertahankan agar seperti Jepang untuk pariwisata agriculture seperti di negara-negara sukses di bidang pertanian," tandasnya. Hel/Waw