Belajar dari Suriah, Jangan Politisasi Agama Demi Kepentingan Politik


Belajar dari Suriah, Jangan Politisasi Agama Demi Kepentingan Politik PUBLIK - Diskusi Publik yang digelar LKSP di Aula Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) bertema "Apakah Indonesia Mau Seperti Suriah?" menarik perhatian peserta, Rabu (19/12/2018).

Surabaya (republikjatim.com) - Lembaga Kajian Strategi dan Pembangunan Pemerintah (LKSP) menggelar acara Diskusi Publik. Acara yang diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi kemahasiswaan ini digelar di aula Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Surabaya, Kamis (19/12/2018).

Dalam Diskusi Publik bertema "Apakah Indonesia Mau Seperti Suriah?" ini dihadiri sejumlah narasumber berkompeten. Diantaranya, Dr Suis Qoim Abdullah (Dosen Pasca Sarjana), Abd Holil (Gerakan Pemuda Ansor Surabaya), Nafik Muthorin (Pemuda Muhammadiyah) serta Abdurrohman Wahid (Direktur LKSP).

Salah seorang narasumber diskusi, Dosen Pasca Sarjana UINSA, Suis Qoim Abdullah mengatakan seminar ini merupakan bagian dari gerakan menolak segala upaya yang bisa menjadikan Indonesia luluhlantak seperti Suriah. Diskusi ini disambut antusias dan dihadiri ratusan mahasiswa UINSA yang tergabung dari beberapa organisasi.

"Sampai saat ini hastag atau tagar Jangan Suriahkan Indonesia masih jadi tranding topic di Media Sosial (Mensos). Makanya harus dicarikan solusinya," terang Suis Qoim Abdullah di tengah acara itu.

Lebih jauh, Suis Qoim menguraikan hal yang paling fundamental agar Indonesia tidak jatuh ke dalam kondisi seperti Suriah, yakni tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan politik golongan.

"Kami melihat adanya beberapa kelompok yang gemar menggunakan mimbar masjid untuk hajatan dan bahkan hujatan politik," imbuh pria yang menjabat Kajur Dirasah Islamiyah Pascasarjana UINSA ini.

Sementara itu Direktur LKSP, Abdurrohman Wakid menegaskan segala upaya dan usaha memakai agama untuk kepentingan politik harus ditolak. Baginya bersifat wajib menampik keras segala gerakan yang mengatasnamakan agama untuk kepentingan politik itu.

"Karena bahasa dan simbol agama memang efektif untuk mengelabui masyarakat dalam berpolitik. Seperti akhir-akhir ini, ramai soal pembakaran bendera. Padahal tidak ada teks Al-quran maupun Hadist yang mendukung klaim itu," pungkasnya. Uin/Waw