Bambang Haryo : Angkutan Penyeberangan Layaknya Infrastruktur Jembatan dan Jalan Tol


Bambang Haryo : Angkutan Penyeberangan Layaknya Infrastruktur Jembatan dan Jalan Tol Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim, Bambang Haryo Soekartono (BHS) saat memberikan keterangan pers di Media Center JL Diponegoro, Sidoarjo.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengingatkan pemerintah agar tak membatasi kendaraan yang memanfaatkan jasa angkutan penyeberangan. Hal ini disebabkan angkutan penyeberangan seperti kapal feri memiliki fungsi sebagai infrastruktur layaknya jembatan dan jalan tol. Karena itu bisa dimanfaatkan seluruh moda transportasi darat untuk menyeberang dan mengantar antarpulau.

"Perlu adanya pengertian pemerintah, angkutan penyeberangan bukan hanya alat angkut. Tetapi juga berfungsi sebagai infrastruktur seperti jalan raya atau jembatan. Dan bahkan sama dengan jalan tol," ujar Ketua MTI Jatim, Bambang Haryo Soekartono kepada republikjatim.com, Sabtu (02/05/2020).

Mantan anggota DPR RI periode 2014 - 2019 ini menilai, jika angkutan penyeberang memiliki fungsi sebagai infrastruktur maka selayaknya tidak ada larangan kendaraan pribadi, kendaraan logistik maupun kendaraan lain memanfaatkan jasa angkutan penyeberangan antarpulau itu. Hal itu seperti yang terjadi di Pelabuhan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Ketapang, Banyuwangi yang memicu sopir travel memprotes karena dilarang menyeberang dari Banyuwangi menuju Bali kemarin itu.

"Jadi tidak boleh ada larangan melewati infranstruktur itu. Karena setiap infrastruktur itu dipakai semua khalayak baik untuk kepentingan publik (umum) maupun kepentingan bisnis. Kami yakin jika penyeberangan itu tidak hanya persoalan warga mau mudik, tapi juga masih banyak kepentingan lainnya," imbuhnya.

Bagi pria yang juga Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo ini, tidak mempermasalahkan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan memperketat lalu lintas. Akan tetapi, saat ini baik Ketapang, Banyuwangi maupun Gilimanuk maupun Ketapang, Bali sama-sama belum ditetapkan sebagai zona merah. Apalagi, setiap kendaraan yang keluar dari kotanya itu sudah melalui mekanisme di masing-masing wilayah kota asalnya.

"Semua kendaraan yang keluar dari wilayahnya itu berarti sudah lolos pemeriksaan dan protokoler penanganan Covid-19. Ini yang harus dilurusin agar tidak menimbulkan gejolak. Kapal Feri itu bukan hanya sebagai transportasi tapi juga sebagai jalan dan bahkan jalan tol. Karena itu semua kendaraan boleh memanfaatkan atau menggunakan infranstruktur itu," tegas politisi Partai Gerindra ini.

Konsekuensi dari pelaksanaan PSBB bagi BHS memang semua harus diperketat. Akan tetapi operasional infrastruktur tidak boleh ditutup.

"Memang ada larangan berkumpul-kumpul. Tapi, kalau di dalam kendaraan itu kan tidak ada masalah. Kalau kendaraan dilarang melawati infrastruktur baik jalan, jembatan maupun jalan tol bisa macet perekonomian," ungkapnya.

Logika itu, kata BHS sama dengan dibebaskannya para narapidana dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kebijakan itu dikeluarkan agar para napi tidak mudah tertular atau terpapar Covid-19 saat di dalam Lapas. Karena jumlah orang yang berkumpul cukup banyak dan bahkan overload di setiap Lapas maupun Rutan.

"Kecuali di zona merah itu, membuat semakin rentan tertular. Karenanya pergerakan orang dibatasi. Tapi kendaraan memanfaatkan infrastruktur tetap tidak boleh dibatasi," tandas pengusaha sukses yang siap maju dalam Pilkada Sidoarjo melalui Partai Golkar dan Gerindra ini. Hel/Waw