FBPD Sidoarjo Desak Bupati Realisasikan Tunjangan Rp 900.00 Sesuai SK Bupati


FBPD Sidoarjo Desak Bupati Realisasikan Tunjangan Rp 900.00 Sesuai SK Bupati DEMO - Puluhan perwakilan Forum BPD Sidoarjo meluruk kantor BPM, Pendopo dan DPRD Sidoarjo menuntut realisasi Surat Keputusan (SK) Bupati 530 direalisasikan agar BPD bekerja maksimal, Senin (24/09/2018).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Puluhan perwakilan pengurus Forum Badan Permusyawaratan Desa (FBPD) meluruk kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) dan Pemberdayaan Keluarga Berencana (PKB) Pemkab Sidoarjo, Pendopo Delta Wibawa dan DPRD Sidoarjo. Mereka menuntut Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah merealisasikan Surat Keputusan (SK) Nomor 530 tentang Tunjangan BPD.

Para perwakilan tokoh masyarakat desa ini menilai munculnya SK Bupati Nomor 686 dan Surat Edaran (SE) nomor 7595 justru membuat produk hukum itu membuat BPD kebingungan. Selain itu, justru membuat hubungan BPD dan pemerintah desa tidak semakin harmonis.

Hal ini disebabkan dalam SK Nomor 530 itu Ketua mendapat tunjangan Rp 900.000, Wakil Ketua Rp 800.000, Sekretaris Rp 750.000, Ketua Bidang Rp 700.000 dan anggota Rp 600.000. Namun di SK Nomor 686 dan SE Nomor 7595 nilai tunjangannya Ketua Rp 500.000, Wakil Ketua Rp 400.000, Sekretatis Rp 350.000, Ketua Bidang Rp 300.000 dan anggota Rp 250.000.

"Kami mendesak Bupati mencabut SK 686 dan SE 7595 serta mereakisasikan SK 530. Karena produk hukum itu membuat nasib BPD Sidoarjo terombang-ambing dan tidak jelas. Karena semua surat itu boleh dijalankan desa. Itu artinya tidak memiliki kekuatan hukum yang benar-benar mengikat," terang Ketua FBPD Sidoarjo, Sigit Setiawan kepada republikjatim.com, Senin (24/09/2018) di Pendopo Sidoarjo usai menemui Wabup, Asisten dan Kepala BPM PKB Pemkab Sidoarjo.

Lebih jauh Sigit mengungkapkan seharusnya sebelum menerbitkan SK 530 sudah diperhitungan secara matang. Baik soal anggarannya terutama kemampuan anggaran masing-mading desa maupun soal teknisnya. Hal ini agar tidak terjadi seperti saat ini SK 530 belum direalisasikan dalam waktu 2 bulan muncul lagi SK 686 disusul SE 7595.

"Itu menunjukkan kinerja orang di sekitar Bupati tidak meyakinkan. Kami yakin Bupati hanya tinggal teken (tanda tangan). Ini bukan soal nilainya. Tetapi agar ada kesetaraan antara BPD dan pemerintah desa. Kalau SK 530 diterapkan maka BPD bekerja maksimal dan pembangunan di desa maksimal. Itu bisa menunjang pembangunan nasional. Karena BPD memiliki peran penting di desa," imbuhnya.

Sigit menilai jika SK 530 adalah rumusan yang terbaik dan membangun desa. Hal ini dapat mendorong BPD bekerja optimal dan maksimal menjalankan tupoksinya. Namun sayangnya, hingga kini dari 320 desa belum ada yang menjadikan dasar untuk mencairkan tunjangan BPD itu.

"Karena sifat SK dan SE nya tidak mengikat. Saat diberi penjelasan juga bisa pakai SK 530, SK 686 maupun SE 7595. Ini makin menbingungkan paska perwakilan diterima di Pendopo barusan. Hasil pertemuan belum ada titik temu," tegasnya.

Sedangkan Kepala BPM PKB Pemkab Sidoarjo, M Ali Imron menilai sebelum ada SK 530 ada rencana anggaran pusat yang turun ke desa dan niainya dapat mengcover realisasi SK 530.

"Namun pasca SK 530 ditandatangani Bupati, ternyata anggarannya tidak turun," katanya.

Asisten Pemerintahan, Heri Susanto menguraikan dari SK 530, SK 686 dan SE 7595 bisa dijadikan dasar pencairan tunjangan BPD.

"Karena dari ketiga surat itu belum ada yang dicabut. Jadi semua masih berlaku," urainya.

Sementara Wakil Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin menegaskan semua masukan BPD bakal dijadikan bahan pertimbangan dan rapat bersama Bupati dan OPD.

"Semua masih kami tampung dulu. Nanti dijadikan bahan pertimbangan bersama Bupati dan OPD terkait," pungkasnya. Waw