Dampak Pandemi Covid-19, Kemenkeu Perluas Sektor Usaha Penerima Fasilitas Pajak


Dampak Pandemi Covid-19, Kemenkeu Perluas Sektor Usaha Penerima Fasilitas Pajak KETERANGAN - Kepala Kanwil DJP Jatim II, Lusiani didampingi Kepala Bidang P2 Humas DJP Jatim II, Nyoman Ayu Ningsih saat memberikan keterangan pers ke sejumlah kru media di kantornya.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menambah jumlah sektor usaha yang menerima fasilitas pajak. Hal itu dilakukan demi mengurangi beban ekonomi Wajib Pajak (WP) sebagai akibat pandemi virus Corona (Covid-19).

"Selain memperluas sektor usaha penerima fasilitas yang sebelumnya sudah tersedia, pemerintah melalui Kemenkeu juga memberi fasilitas baru yang ditujukan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)," jelas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam siaran pers yang diterima dari Kepala Bidang P2 Humas DJP Jatim II, Nyoman Ayu Ningsih, Jumat (01/05/2020).

Nyoman memaparkan detail perluasan pemberian fasilitas dan fasilitas pajak UMKM itu berupa insentif PPh pasal 21. Fasilitas ini diberikan kepada karyawan perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.062 bidang industri tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan pada perusahaan di kawasan berikat yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan ditanggung pemerintah.

"Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 440 bidang industri dan perusahaan KITE. Artinya karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto bersifat tetap dan teratur setahun tidak lebih dari Rp 200 juta akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja tetapi diberikan secara tunai kepada pegawai," imbuhnya.

Kendati demikian, pemberi kerja yang mendapatkan fasilitas ini wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi PPh pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Selanjutnya, insentif PPh pasal 22 Impor, bagi WP yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan perusahaan di kawasan berikat mendapat fasilitas pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan pasal 22 impor.

"Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE," tegasnya.

Selain itu, insentif angsuran PPh pasal 25 yakni WP yang bergerak di salah satu dari 846 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan angsuran pajak penghasilan pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang.

"Fasilitas ini juga sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE," ungkapnya.

Sedangkan insentif PPN yakni WP yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan perusahaan di kawasan berikat, ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Sehingga mendapat fasilitas restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp 5 miliar.

"Itu diberikan tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti ekspor barang atau jasa kena pajak. Penyerahan kepada pemungut PPN atau penyerahan yang tidak dipungut PPN. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE," paparnya.

Terakhir, insentif pajak UMKM bagi pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5 persen (PP 23 Tahun 2018) yang ditanggung pemerintah. Dengan begitu, WP UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran ke pelaku UMKM.

"Untuk itu pelaku UMKM terlebih dahulu mendapatkan Surat Keterangan PP 23 serta wajib membuat laporan realisasi PPh Final DTP setiap masa pajak," jelasnya.

Sementara seluruh fasilitas ini mulai berlaku sampai masa pajak September 2020 dan dapat diperoleh dengan menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat dilakukan secara online di laman www.pajak.go.id.

"DJP mengambil kebijakan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah dan atau pengurangan angsuran PPh pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020 tetap berlaku untuk masa pajak April 2020. Kebijakan ini akan dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak," pungkasnya. Hel/Waw