Beromzet 30 Persen, BHS Dorong Bank Penyalur KUR Bantu Permodalan Kampung Pemasangan Payet Pagerwojo


Beromzet 30 Persen, BHS Dorong Bank Penyalur KUR Bantu Permodalan Kampung Pemasangan Payet Pagerwojo DIALOG - Bacabup Bambang Haryo Soekartono (BHS) saat berdialog dengan perajin pemasangan payet, Ny Nurul Chomsah dan sejumlah perajin lainnya di Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo yang mengeluhkan permodalan dan bimbingan, Rabu (29/07/2020).

Sidoarjo (republikjatim.com) - Perhatian Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono (BHS) kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Sidoarjo tak pernah surut. Kali ini, BHS mengunjungi puluhan perajin pemasangan payet di Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo.

Di kampung payet ini, ada sekitar 50 perajin pemasangan payet yang setiap hari sibuk mengerjakan pesanan baik dari konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Karena itu, BHS mendorong usaha rumah tangga yang berhasil menembus pasar Internasional yakni Jerman dan Italia itu mendapatkan suntikan permodalan.

Caranya dengan mendorong sejumlah bank (BUMN) penyalur program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menyalurkan bantuan ke perajin pemasangan payet di kampung itu. Apalagi, selama ini para perajin kesulitan utamanya adalah permodalan dan bimbingan masalah manajemen keuangan.

"Usaha kerajinan payet yang dimotori ibu-ibu ini memiliki potensi cukup besar. Selain dikenal di Sidoarjo, jasa payet di Sidoarjo, juga sudah dikenal di kanca internasional. Banyak permintaan pasar Eropa mulai dari Jerman dan Italia. Padahal, sistem pemasarannya masih bersifat offline," ujar BHS kepada republikjatim.com, Rabu (29/07/2020) di sela-sela kunjungan ke Kampung Perajin Pemasangan Payet itu.

Menurut mantan anggota DPR RI peraih predikat dan penghargaan Teraspiratif 2019 ini, kerajinan pemasangan payet bakal semakin berkembang jika dipasarkan secara online. Bahkan bisa jadi usaha kerajinan pemasangan payet ini bakal kebanjiran order. Namun saat kebanjiran order, perajin payet bakal menemui kesulitan yang menjadi kendala utama usaha ini. Yakni soal bantuan permodalan.

"Modal perajin payet sangat terbatas. Sementara mereka belum tersentuh program bantuan KUR. Seharusnya KUR masuk memberikan bantuan permodalan. Bantuan itu, untuk mempercepat penambahan modal. Karena itu, saya akan mendatangkan perbankan (BUMN) untuk membantu permodalan agar usaha ini semakin berkembang," imbuhnya.

Tidak hanya masalah permodalan, lanjut Alumnus ITS Surabaya ini, agar kerajinan pemasangan payet ini bisa berkembang, perlu ada merek usaha. Misalnya punya merek atau hak paten akan memudahkan bantuan permodalan. Dia mencontohkan misalnya diberi label Isa Model atau Isa Payet.

"Itu akan jadi program 100 hari kerja ketika saya diamanahi sebagai bupati. Saya harus bisa merealisasikan merek payet itu," tegasnya.

Selain itu, lanjut pengusaha transportasi sukses ini, para perajin pemasangan payet ini juga butuh pendampingan pemerintah daerah. Mulai peningkatan skill (merajut) hingga pola manajemen keuangan. Tujuannya usaha mikro ini bisa lebih berkembang.

"Kalau diamanahi sebagai bupati Sidoarjo, melalui dinas terkait saya akan memfasilitasi pemasaran hasil kerajinan payet itu. Termasuk memfasilitasi pemasaran secara offline dengan memajang produk kerajinan payet di Sentral Market, yang rencananya bakal ada di kawasan Pondok Mutiara, dekat akses Jalan Tol Sidoarjo-Surabaya. Saya juga akan meminta Juanda (bandara Juanda) dan Bungurasih (Terminal Bungurasih) menerima produk-produk kerajinan payet ini," ungkapnya.

Bahkan, kata BHS produk kerajinan payet ini juga bisa dipasarkan di stan rest area Tol Sidoarjo-Surabaya lantaran rest area itu masuk wilayah Sidoarjo. Bahkan wajib menampung 60-70 persen produk-produk UMKM Sidoarjo.

"Kalau perlu, 80 persen produk UMKM Sidoarjo di pasarkan disana. Ditambah pemasaran online. Ini akan menumbuhkan ekonomi kerakyatan secara maksimal di Sidoarjo," urai Bacabup yang mendapat rekomendasi resmi Partai Gerindra ini.

Sementara salah seorang inisiator perajin pemasangan payet, Ny Nurul Chomsah mengaku usahanya sudah berjalan sejak sekitar 15 tahun terakhir. Dia banyak menerima order memasang payet dari pabrik, yang produknya dikirim ke Jerman dan Itali. Selain kebaya, perajin juga mengerjakan payet untuk perlengkapan pengantin, mulai gaun kebaya, sandal selop, sepatu hingga masker.

"Besaran ongkos pasang payet pada kebaya bergantung tingkat kerumitan motif dan jumlah payet yang dibutuhkan. Paling tinggi bisa menembus Rp 2,5 Juta dan minimal Rp 500.000. Kalau order banyak memang butuh tambahan modal. Itu kendala utama kami meski beromzet 30 persen dari modal dan tidak terpengaruh pandemi Covid-19," tandasnya. Hel/Waw