Pengadilan Negeri Sidoarjo Tolak Permohonan Praperadilan 2 Tersangka Tindak Pidana Perpajakan


Pengadilan Negeri Sidoarjo Tolak Permohonan Praperadilan 2 Tersangka Tindak Pidana Perpajakan TOLAK - Pengadilan Negeri Kabupaten Sidoarjo menolak permohonan pra peradilan dua tersangka, DJ dan SMS dalam kasus tindak pidana perpajakan, Rabu (29/03/2023) kemarin.

Sidoarjo (republikjatim.com) - Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) II dan Kantor Pusat DJP memenangkan perkara praperadilan setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menolak permohonan praperadilan melalui putusan nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang diajukan oleh DJ (Direktur PT SMS) dan putusan nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang diajukan oleh SMS (eks karyawan PT SMS), Rabu (29/03/2023) kemarin.

Atas perkara praperadilan nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda dan 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda, DJ dan SMS mengajukan permohonan praperadilan dengan Pemerintah Republik Indonesia c.q Kementerian Keuangan Republik Indonesia c.q Direktur Jenderal Pajak c.q Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II sebagai pihak Termohon, atas sah dan tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon. Alasan termohon tidak pernah menyerahkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada pemohon sebagai calon tersangka.

"Pemohon juga memohon majelis hakim untuk memerintahkan termohon menghentikan proses penyidikan dan membebaskan status tersangka pemohon," ujar Kepala Kanwil DJP Jatim II, Agustin Vita Avantin kepada republikjatim.com, Kamis (30/03/2023).

Selain tuntutan itu, dalam perkara nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda, DJ juga menuntut sah atau tidaknya penggeledahan dan/atau penyitaan yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon. Namun, dalam putusan nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang dibacakan dalam sidang, majelis hakim memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Pemohon. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang dilakukan termohon kepada pemohon merupakan peminjaman dokumen dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan yang memiliki tujuan dan kedudukan yang dipersamakan dengan penyelidikan di KUHAP sehingga bukan merupakan objek praperadilan.

"Hakim berpendapat alasan praperadilan pemohon yaitu tidak disampaikannya SPDP kepada calon tersangka di alamat domisili pemohon adalah tidak beralasan hukum. Bahwa permohonan praperadilan dari pemohon juga tidak memenuhi syarat formil sehingga permohonan praperadilan pemohon tidak beralasan hukum dan ditolak untuk seluruhnya," imbuhnya.

Hakim Praperadilan nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda juga memutuskan untuk menolak seluruh permohonan pemohon. Hakim berpendapat penetapan tersangka telah didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP. Adapun permohonan pemohon mengenai tidak disampaikannya SPDP oleh termohon kepada pemohon. Menurut hakim tidak membuat penetapan pemohon sebagai tersangka menjadi tidak sah karena Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 130/PUU-XIII/2015 tidak menyebutkan akibat hukum dari tidak dipenuhinya hal tersebut oleh penyidik.

"Mengenai pemohon yang mempermasalahkan adanya dua Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dengan nomor dan tanggal yang berbeda sebagai dasar pemanggilan pemohon, majelis hakim berpendapat hal itu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.

Sementara kedua putusan praperadilan ini memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan serta menguatkan DJP dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan penegakan hukum di bidang perpajakan.

"Ini bukti Kanwil DJP Jatim II berkomitmen untuk melakukan tindakan penegakan hukum yang konsisten, efektif dan berkeadilan sebagai upaya pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Karena pajak memegang peranan besar dalam menopang penerimaan negara," pungkasnya. Hel/Waw